Wacana ekspor benih lobster sesungguhnya mulai mengemuka di ruang publik sejak akhir tahun 2019. Tapi, rencana pemerintah melegalkan ekspor benih lobster menuai pro kontra, terlebih saat regulasinya terbit 4 Mei 2020.
Wacana tersebut makin ramai setelah mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti mulai buka suara dan berpendapat lewat akun Twitter pribadinya.
"Apakah benar yakin untuk ekspor benih lobster? Apakah aspirasi seluruh masyarakat nelayan yang benar nelayan sudah di dengar?" tulisnya lewat akun susipudjiastuti pada 18 Desember 2019.
Kontroversi terus berlanjut. Ada yang mendukung, ada yang menentang, tapi tidak sedikit yang memberi saran dan masukan terhadap kebijakan ekspor benih lobster ini.
Akan tetapi, pada akhirnya, aturan baru tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2020.
Untuk sekadar catatan, inilah opini maupun pendapat Kompasianer kala benih lobster hendak diekspor.
1. Menelanjangi Rantai Bisnis Perikanan: Benih Lobster
Walaupun dalam pemberitaan media, dengungan ekspor benih Lobster sangat ramai, justru sebenarnya Udang dan TTC-lah yang menjadi mesin uang utama negara.
Menurut Kompasianer Handy Chandra, bisnis perikanan, perlu selalu diingat, bahwa dari ujung titik produksi, sampai ujung titik konsumen, ada banyak rantai nilai (value chain).
Oleh karena itu ada yang perlu diingat, sebuah produk sampai pada konsumen (konsumen juga bermacam-macam level), melalui proses yang bertahap dan dikerjakan oleh banyak pihak (suppliers).
"Ekspor udang dari indonesia ke Amerika Serikat sekitar 700 ton per tahun. Negara lain tujuan ekspor udang adalah Jepang, Uni Eropa, China, dan negara-negara Timur Tengah," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Problematika Benih Lobster di Perairan Indonesia
Kompasianer Katharina Lani melihat sumber daya alam yang terdapat di perairan Indonesia amat melimpah. Terdapat keanekaragaman hayati di dalamnya.