Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Populer dalam Sepekan: PSBB dan Local Lockdown hingga Imbauan tentang Mudik

5 April 2020   05:31 Diperbarui: 5 April 2020   05:32 2667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjaga jarak dengan orang lain. (sumber: pixabay)

Namun, yang kini masih jadi permasalahan adalah bagaimana mesti menjelaskan ada  daerah A berbeda dengan daerah B. Lalu di daerah C hanya untuk membatasi akses masuk atau akses keluar seperti yang ditulis Kompasianer Hendra Wardhana.

Kerumitan lockdown, lanjutnya, bukan saja karena tidak dikenal dalam undang-undang kita, tapi lebih karena belum tersedia pengalaman nyata secara kolektif pada masyarakat kita yang benar-benar sesuai mengenai lockdown.

"Inisiatif mandiri sejumlah komunitas dan kampung untuk melakukan lockdown lokal bukan tanpa dilema. Pembatasan keluar masuk orang bisa dimengerti sebagai upaya untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun, pada saat yang sama membawa konsekuensi yang perlu diperhatikan," jelas Kompasianer Hendra Wardhana, seperti yang terjadi di Sleman. (Baca selengkapnya)

3. Di Jakarta Tak Dapat Uang, Mau Pulang Kampung Dilarang

Para perantau biasanya tinggal berkelompok di tempat rantauannya. Jikapun mereka berdagang, biasanya ada yang sesama penjual pecel lele, sesama penjual kopi instan berkeliling dengan sepeda.

Kegiatan mudik yang biasanya dilakukan perantau sebelum bulan puasa dan jelang lebaran kini telah diimbau untuk tidak lebih dulu mudik untuk alasan menekan angka sebaran virus corona.

Melawan virus yang menyebar ke semua daerah tentu jauh lebih sulit ketimbang bila virus itu bisa dilokalisir di suatu daerah saja, katakanlah di Jakarta dan kota-kota sekitarnya.

Ini kemduian menjadi polemik baru. Pasalnya, mereka yang tidak mudik akan tetapi kegiatan usaha di tempat rantau amat sulit. Relatif menurun.

"Dengan suasana keguyuban di kampung halaman, bila sekadar utuk makan, mungkin bisa mereka dapatkan. Apa yang tumbuh di kampung seperti singkong, jagung, sayuran, dan sebagainya, bisa diolah menjadi makanan," tulis Kompasianer Irwan Rinaldi Sikumbang. (Baca selengkapnya)

4. Melihat Lebih Dekat Manajemen Krisis Virus Corona di Jerman (Bagian 1)

Kompasianer Naviz mengalami betul ungkapan-ungkapan "tiada negara yang 100 persen siap menghadapi meledaknya wabah virus Corona".

Sebab, ketika tengah berada di Jerman, ia sendiri paham meski di sana sudah cukup terkenal dengan sistem kesehatan terbaik di dunia, namun ketika dalam satu ruang dan waktu bersamaan banyak pasien yang harus dirawat di rumah sakit, maka cepat atau lambat pun akan mengalami kewalahan.

Akan tetapi, yang membuat berbeda adalah penanganan manajemen setiap negara dalam menghadapi masalah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun