Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tidak Ada Libur bagi Pekerja di Sebuah Desa Terkaya di Dunia

17 Juni 2019   00:30 Diperbarui: 17 Juni 2019   03:08 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Huaxi, Cina, desa terkaya di dunia. | SkyscraperCity | Huaxi, China | Tribunnews.com

Empat dekade setelah Wu Renbao, Sekretaris Komite Partai Komunis, membangun Desa Huaxi pada tahun 1960-an didaulat sebagai desa terkaya sedunia.

Selain itu, warga desa selaku pekerja di perusahaan tersebut menerima imbalan berlimpah.

"Rata-rata pendapatan warga desa mencapai Rp230 juta per tahun," tulis Kompasianer Khrisna Pabichara.

Namun yang menjadi menarik dari segala capaian Desa Huaxi, China adalah setiap orang bekerja tujuh hari seminggu tanpa libur akhir pekan.

Tidak hanya kisah tentang Desa Huaxi, masih ada catatan menarik dari Psikolog Naftalia Kusumawardhani tentang bagaimana kita mencari tahu kapan waktu yang tepat untuk mendatangi psikolog untuk sekadar konseling atau mencari solusi atas masalah yang terjadi.

Pekan ini juga topik tentang pendatang di Ibu Kota pasca-lebaran menjadi yang terpopuler di Kompasiana. Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana pekan lalu:

1. Mengintip Suasana Desa Terkaya di Kolong Langit

Tidak ada libur bagi pekerja dan warga Desa Huaxi, China. Mereka bekerja 7 hari dalam seminggu. Oleh seorang Wu Renbao, doktrin yang ia gunakan pada setiap pekerja yaitu "demi kebaikan desa yang lebih besar".

Namun, hasil dari sebegitu kerasnya mereka bekerja adalah tidak ada rumah kumuh, gang sempit yang becek, dan tempat sampah penebar bau busuk di seluruh penjuru Huaxi.

Tidak ada rumah kumuh, gang sempit yang becek, dan tempat sampah penebar bau busuk di seluruh penjuru Huaxi. Rumah-rumah berjajar rapi dengan arsitektur seragam. Jalan-jalan beraspal mulus. Tata ruang desa dirancang sedemikian rupa agar nyaman dan aman ditempati.

"Setidaknya, setiap warga menikmati tiga fasilitas berkelas eksekutif,"  tulis Kompasianer Khrisna Pabichara. (Baca selengkapnya)

2. Soal Pendatang Baru, Anies Perlu Timbang Saran Ini

Seberapapun kejamnya Ibu Kota, bagi Kompasianer Riko Noviantoro tetap menarik untuk para pengundi nasib untuk bertarung ke kota Jakarta.

Ibu Kota akan semakin padat. Bukan sekadar kembalinya para pemudik, melainkan Jakarta kedatangan para pendatang baru yang diprediksi tahun ini sebanyak 71 ribu jiwa.

Mengutip data BPS tingkat kepadatan penduduk telah mencapai 15.700 jiwa per 1 kilometer persegi, Kompasianer Riko Noviantoro menilai jumlah penduduk Jakarta sudah tidak ideal lagi.

"Padahal, kebutuhan ruang per 1 jiwa adalah 9 meter persegi. Itu dihitung berdasarkan aktivitas dasar warga di dalam rumah meliputi tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya," lanjutnya.

Keputusan Menteri yang menempatkan per 1 jiwa butuh 9 meter persegi bisa dijadikan rujukan. Sehingga rumah yang dihuni 4 orang perlu luas minimal 36 meter persegi. (Baca selengkapnya)

3. Bertemu Pendatang Baru di Jakarta

Setelah libur Lebaran, biasanya arus urbanisasi ke kota mengikuti para pemudik yang kembali ke tempat tinggalnya atau tempat domisili sesuai pekerjaannya. Dan kota yang paling menarik untuk didatangi adalah ibu kota Jakarta.

Kompasianer Amirsyah menceritakan bagaimana pengamalamannya bertemu para pendatang itu pasca-lebaran tahun ini.

"Pendatang baru di Jakarta yang saya temui, kebetulan berprofesi sebagai ojek online sehingga bisa langsung aktif mencari nafkah di Jakarta. Tinggal bagaimana kesabaran dan keuletannya dalam mencari nafkah," tulis Kompasianer Amirsyah.

Namun, yang tidak kalah penting yaitu kesiapan pemerintah kota yang didatangi dalam menangani pertambahan penduduk dalam jumlah yang besar. (Baca selengkapnya)

4. Serius Mau Kuliah di Fakultas Kedokteran?

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dimulai pada Senin (10/6) selama 2 pekan dan berakhir 24 Juni 2019.

Berdasarkan banyak pengalaman, ternyata banyak para peserta SBMPTN yang salah jurusan. Setelah diterima ternyata tidak sesuai dengan apa yang diinginkan atau minat dan bakatnya.

Kebetulan sekali Kompasianer Irwan Rinaldi Sikumbang pada satu waktu dimintai saran oleh seorang Ibu yang anaknya ingin sekali masuk Fakultas Kedokteran karena adik bungsu dan beberapa keponakannya merupakan dokter alumni Universitas Andalas (Unand) Padang.

Namun, apa saja yang diperlukan untuk bisa lolos dan memastikan bahwa masuk Fakultas Kedokteran menjadi pilihan yang tepat? (Baca selengkapnya)

5. Kapan Perlu ke Psikolog?

Benarkah kalau sudah ada masalah, barulah perlu konseling ke psikolog?

Acapkali pertanyaan sederhana semacam itu yang kadang menghambat kita dalam mengatasi masalah psikologis.

"Sebenarnya dunia psikologi klinis tidak hanya sebatas "memperbaiki" masalah saja, tapi juga mencegah supaya masalah tidak terjadi," tulis Kompasianer Naftalia Kusumawardhani.

Kalau ada orang mengalami gangguan cemas, phobia, depresi, konflik dengan pasangan, ribut dengan mertua sampai nggak bisa tidur berhari-hari, traumatik terhadap pengalaman tertentu, lanjutnya, mereka akan menemui psikolog untuk membantu keluar dari permasalahan. (Baca selengkapnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun