"Berbukalah dengan yang manis" sepenuhnya adalah fakta. Bukan mitos. Atau akal-akalan produsen. Ungkapan itu juga tak sepenuhnya salah, sebab selama berpuasa simpanan gula dalam tubuh terus menipis dan tidak ada tambahan lantaran tak ada asupan yang masuk.
Gula memang bisa jadi pilihan cepat meningkatkan kadar gula darah yang turun setelah seharian berpuasa, tulis Kompasianer Fajr Muchtar. Artinya memang dianjurkan mengkonsumsi makanan atau minuman manis untuk memulihkan tenaga. Namun, jika berlebihan dan tidak tepat maka konsumsi gula akan memberikan efek negatif.
Ini juga dibuktikan oleh studi dari British Nutrition Foundation (BNF), seperti dikutip dari Kompas, menyebutkan bahwa sebaiknya kita tidak mengkonsumsi banyak makanan atau minuman manis dengan gula tambahan ketika berbuka. Alih-alih puasa itu untuk kesehatan, justru akan mendapatkan penyakit akibat konsumsi gula secara tidak tepat dan berlebih.
Lalu bagaimanakah sebenarnya mengkonsumsi gula yang tepat selama menjalani ibadah puasa?
"Berbukalah dengan yang manis", kalimat ini begitu populer disampaikan di waktu bulan Ramadan. Bahkan pernyataan ini seolah menjadi slogan tak resmi dari banyak iklan makanan dan minuman untuk mempromosikan produk mereka.
Hingga kemudian beredar anggapan bahwa kalimat "Berbuka dengan yang manis" ini adalah
sebuah hadis.
"Padahal ini salah besar. Tak ada hadist dan tuntunan dari Rasulullah SAW untuk berbuka dengan yang manis!" tulis Kompasianer Himam Miladi.
Sebab, Dari Anas bin Malik r.a, beliau berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air." (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih).
Lalu salahkah para produsen dan para pembuat iklan dengan menggunakan anggapan yang sudah umum ini?
Tentu saja tak sepenuhnya salah mereka. Kita sebagai konsumen juga memiliki kesalahan yang tak kecil karena tak peduli dengan kesehatan, dan juga tak berusaha mencari informasi yang tepat.