Jika merujuk data yang dikeluarkan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bahwa, pemilih muda memang lebih dari 50% yang jika dikategorisasi hingga usia 35 tahun maka jumlahnya mencapai 79 juta.
Namun tidak hanya itu, 70 persen di antaranya sudah memiliki pekerjaan dan 30 persen lainnya tidak memiliki pekerjaan, seperti ibu rumah tangga.
Mengingat survei terbaru Litbang Kompas terkait elektabilitas, selisih elektabilitas antara kedua pasangan calon kini tinggal 11,3 persen. Kini kedua pihak berupaya menggaet swing voters atau masyarakat yang belum menentukan pilihan dalam sisa waktu menuju Pilpres 2019.
Hal itu berbeda bagi swing voters yang masih belum yakin dengan pilihannya dan akan menjadikan penampilan kedua pasangan calon dalam debat sebagai pertimbangan untuk memilih.
Selain ramainya perbincangan pasca debat keempat, yaitu melihat bagaimana materi-materi kampanye dalam debat bisa dikampanyekan sehingga mampu menggaet swing voters, masih ada artikel menarik lainnya seperti kiat ketika berbelanja di minimarket hingga bubarnya ISIS dan nasib eks-ISIS asal Indonesia.
Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana selama sepekan ini:
1. Sisi Humanis dalam Game PUBG
Ketika kejadian di Selandia Baru, seperti yang kita tahu, Â pelaku penembakan menyebutkan salah satu game ternama yang bergenre battle royale juga (Fortnite) sebagai referensi bagi dia untuk latihan menembak.
Atas dasar itu, dampaknya di Indonesia menurut Kompasianer Ulan Hernawan mmebuat game yang sedang populer dengan genre yang sama menjadi bahan kajian oleh MUI apakah layak haram atau tidak?
Namun, lanjutnya, dalam game PUBG terdapat beberapa sisi humanis yang membuat itu menjadi positif seperti pemilihan karakter.
Saat mulai memainkan game ini di awal, kita akan disuguhkan dengan memilih karakter, boleh perempuan atau laki-laki.
"Artinya, game ini tidak membatasi gender, baik perempuan atau laki-laki diperbolehkan memainkan karakter apapun," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Lakukan Hal Ini Jika Barang yang Kamu Bayar di Kasir Beda dengan yang Tertera di Rak
Kompasianer Haryadi Yansyah menceritakan pengalamannya ketika berbelanja ternyata mengalami perbedaan antara yang tertera di rak dan saat membayar di kasir.
Untunglah ketika itu barang belanjanya bisa dibatalkan dan proses pengembalian dana berlangsung cepat.
"Yang penting sebagai konsumen kita harus teliti dan berhati-hati. Saya pribadi, biasanya jarang melihat struk belanjaan. Eh pas banget kemarin itu saya iseng cek karena belanjaan juga nggak begitu banyak," tulisnya.
Posisi label harga bisa saja tidak tepat sehingga harus dicocokkan lagi antara spesifikasi barang dengan spesifikasi yang ada di label harga yang tertempel di rak. (Baca selengkapnya)
3. Merebut Ceruk Swing Voters
Serangkaian fase pemilu telah dilewati, mulai dari pendaftaran hingga sejumlah debat tersisa dan kampanye terbuka (face to face informal) yang tengah getol dilakoni para paslon Capres-Cawapres.
Namun, ketika sudah memasuki masa kampanye terbuka, tentunya para juru kampanye mesti benar-benar malukan langkah yang efektif.
Kompasianer Shulhan Rumaru menilai  fase kampanye terbuka ini membuat para paslon kian gencar mendatangi kantung-kantung pemilih, memilah dan memilih strategi kampanye yang cocok untuk tiap-tiap ceruk pemilih.
"Sejauh ini yang menjadi perhatian besar mesin pemenangan adalah ceruk swing voters," tulisnya.
Untuk menggambarkan secara sederhana seperti apa swing voters tersebut, Kompasianer Shulhan Rumaru mendiagnosis sebagai pemilih rasional yang menentukan pilihan di akhir waktu akibat pengaruh dinamika isu, informasi politik, dan pertimbangan berbasis program dan data. (Baca selengkapnya)
4. Beranikah Capres Memperjuangkan Bebas Visa WNI ke Luar Negeri?
Tema debat keempat menjadi sesuatu yang menarik bagi Kompasianer Diaz Rosano. Alsannya cukup sederhana, sebagai seorang travellers ia berharap pada tema hubungan internasional yang akan dibahas nanti ada capres yang memperjuangkan bebas visa bagi para WNI yang hendak bepergian ke luar negeri.
Sejak dikeluarkannya Perpres Nomor 21 Tahun 2016 yang memberikan kemudahan bebas visa bagi 169 negara, kunjungan wisatawan asing cukup pesat dari 10 juta orang pada tahun 2015 menjadi 15 juta orang pada tahun 2018.
"Sayangnya kebijakan tersebut belum diikuti secara resiprokal bagi negara-negara penerimanya," tulisnya.
Pada akhirnya itu yang menjadi persoalan, orang Indonesia bepergian ke luar negeri, yaitu visa.
"Sulitnya memperoleh visa menjadi momok tersendiri bagi para travellers untuk bepergian bebas ke luar negeri," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
5. Pengaruh ISIS di Indonesia Masih Harus Diwaspadai Jelang Pemilu 2019
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) akhirnya mengumumkan kemenangan total atas kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Namun, yang kemudian jadi perdebatan adalah bagaimana nasib para kombatan dan anggotanya yang masih hidup? Sebab, banyak dari kombatan dan anggota keluarga ISIS ini adalah warga negara asing, termasuk warga negara Indonesia.
Akan tetapi Kompasianer Dasman Djamaluddin mengingatkan, menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2019 sudah tentu Indonesia harus lebih berhati-hati.
"Tetapi apakah kita mengetahui bahwa mereka betul-betul meninggalkan ideologi yang dianutnya ketika dibaiat masuk menjadi anggota ISIS," tulisnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H