Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sekali Dayung, 7 Kisah dari Pulau 1000 Sungai Terlampaui

26 Juni 2018   07:30 Diperbarui: 27 Juni 2018   14:15 2786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Tahura (Dok: Kompasianer Aal Arby Soekiman)

Kapuas ialah nadi 
Ia meliuk-liuk seperti cacing besar kepanasan disulut matahari 
Cacing coklat, tempat Bapak dan ikan-ikan bertemu di sebuah kail

Aku sering membuntuti,  
membantunya menjinjing ember tempat ikan-ikan akan dihadiahkan ke dapur kami 
Kadang aku bosan karena Bapak hanya diam....

Seperti itulah bait pertama puisi yang berjudul Sore Bersama Bapak, puisi persembahan dari Kompasianer Gi Jenal. Bila kita mendalami lebih jauh, puisi ini tidak hanya mengisahkan tentang dirinya dengan sang ayah, namun bagaimana sebuah sungai menjadi saksi atas dinamika kehidupan manusia.

Di beberapa daerah Indonesia, pulau Kalimantan contohnya, sungai adalah simbol peradaban dan kehidupan. Masyarakat sudah menyatu bersama sungai dengan aktivitas sehari-hari maupun kegiatan adat.

Festival-festival, pasar apung, kegiatan penambangan, ataupun sekadar memancing ikan untuk makan nanti siang. Sungai di Kalimantan berperan sebagai mata pencaharian sebagaimana pada awal kalimat puisi tersebut, ialah sebagai nadi. Maka tidak heran bahwa pulau ini dijuluki dengan Pulau 1000 Sungai.

Berbeda dengan Gi Jenal yang berkisah bersama Kapuas dalam bentuk puisi, Kompasianer lain, Edy Supriana Sjafei bercerita tentang pengalamannya mengikuti Festival Ritual Robo-robo.

Festival ini diadakan di muara Sungai Kapuas daerah Sungai Kakap, Mempawah, Kalimantan Barat. Dalam artikelnya yang berjudul Robo-robo, Ritual Silaturahim Etnis Melayu di Kalimantan Barat, ia menggambarkan betapa meriahnya festival Robo-robo yang berlangsung selama satu hari penuh, warga tumpah ruah di tepi sungai.

Ilustrasi, pesta adat Melayu Robo-Robo tengah digelar di kota Mempawah, Kalbar. Foto | goodnewsfromindonesia.id
Ilustrasi, pesta adat Melayu Robo-Robo tengah digelar di kota Mempawah, Kalbar. Foto | goodnewsfromindonesia.id
Robo-Robo adalah acara ritual pesta adat tahunan. Rutin setiap tahun sebagai ajang meningatkan solidaritas rumpun Melayu. Dalam acara itu, turut hadir utusan dari Kerajaan Brunei Darussalam dan para kerabat kesultanan dari Malaysia.

Festival dimaknai juga sebagai upacara tolak bala dan peringatan berdirinya Kerajaan Amantubillah, di kota Mempawah.

Jika Gi Jenal dan Edy Supriatna Sjafei  bercerita tentang sungai Kapuas dalam artikelnya, maka Kompasianer Aal Arby Soekiman bercerita tentang sungai Mahakam di Kalimantan Timur.

Siapa yang menyangka bahwa sungai sepanjang 920 km dan melewati daerah hulunya mulai dari Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Samarinda menjadi tempat hidup satwa air mamalia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun