Pada tahun 2012, Indonesia tercatat sebagai negara yang kekurangan gizi nomor 5 di dunia. Setidaknya, ada 8 juta balita di Indonesia mengalami gizi buruk. Menurut WHO, sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi buruk.
Begini. Status gizi yang baik adalah ketika terjadi keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Itu ditandai dengan keseimbangan antara perkembangan fisik dan mental sedangkan dikatakan gizi buruk ketika seseorang kekurangan asupan gizi atau asupan gizi yang didapatkan masih dibawah standar.
Kasus gizi buruk mayoritas menimpa keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Achmad Saifullah Syahid menulis dalam Ketika Permasalahan Gizi Anak Masih Menghantui, bahwa hasil studi yang dilakukan oleh Sarihusada bersama Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology Center (SEAFAST) di Bogor (2011) dalam laporannya, sebanyak 1 dari 4 wanita usia subur kekurangan protein dan asupan multi mikronutrient, 6 dari 10 wanita hamil mempunyai asupan protein dan beberapa zat gizi mikro yang terlalu rendah dan 1 dari 3 wanita menyusui kekurangan protein dan asupan multi mikronutrient.
Akhirnya, seperti yang kita tahu, akan banyak Ibu hamil mengalami kekurangan protein dan zat gizi mikro yang bisa memengaruhi tumbuh kembang sang janin dan kesehatan sang ibu. Menyedihkan memang. Namun, itulah fakta di lapangan.
Tidak hanya itu, Dwi Aroem menemukan hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, selama tahun 2005 sampai dengan 2009, jumlah temuan kasus balita gizi buruk amat berfluktuasi.
Dalam tulisan Dwi Aroem tersebut, ia menyebutkan bahwa Lampung merupakan daerah yang cukup ideal menangani gizi burukdi Indonesia. Data yang tercatat di Dinas Kesehatan (diskes) Lampung per April 2013, tulis Dwi Aroem, kasus gizi buruk  menurun dari 255 kasus pada 2011 menjadi 186 kasus pada 2012.
Sebenarnya ada 2 (dua) cara untuk sederhana untuk menangani gizi buruk ini, yaitu (1) rawat inap untuk kasus gizi buruk yang disertai dengan komplikasi medis serta penanganan di masyarakat secara rawat jalan. Dan, (2) kunjungan secara berkala ke tempat pelayanan kesehatan bagi penderita gizi buruk tanpa komplikasi medis.
Namun dari kedua hal tersebut yang sering menjadi kendala adalah, justru, Pemerintah Daerah itu sendiri. Dalam berbagai macam kasus, sudah tentu alokasi anggaran khusus dan sumber daya manusia.
Dwi Aroem pun mengusulkan, ada yang bisa dilakukan untuk pencegahan terjadinya Gizi Buruk bagi balita dan anak-anak adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi. "Ini bisa dilakukan selama enam, Sembilan hingga 24 bulan. Walaupun asupan gizi dari sayuran dan buah-buahan tetap harus diberikan," tulisnya.
Sebenarnya gizi dapat menjadi bentuk preventif dalam kesehatan, tulis Listhia HR, jika kita memakan makanan yang bergizi tentu penyakitpun bisa diatasi. Andaipun ada yang bisa masyarakat lakukan, adalah sadar akan kebutuhan gizinya masing-masing. Menyadarkan kesehatan dengan gizi.
Sebab pola pengasuhan di rumah dituding sebagai salah satu sebab terjadinya malnutrisi (gizi kurang) pada anak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!