"Jika impor beras dilakukan saat produksi padi petani kita melimpah, harga gabah bakal jatuh. Hasil panen padi pun bisa jadi tidak mampu menutupi biaya produksi. Kalaupun untung, keuntungan yang diperoleh kemungkinan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," lanjutnya.
Catatan penting yang dituliskan oleh Kadir Ruslan adalah tentang persoalan pelik bangsa Indonesia yang sampai sekarang tidak pernah (lagi) melakukan swasembada beras. Alasan yang Kadir Ruslan coba jelaskan yaitu daya dukung petani yang rendah.
"Kondisi kemiskinan di sektor pertanian sejalan dengan fakta bahwa selama ini tingkat kesejahteraan petani kita cenderung stagnan. Tengoklah perkembangan indeks nilai tukar petani (NTP). Indikator yang dianggap menjelaskan perkembangan tingkat kesejahteraan petani itu dalam sepuluh tahun terakhir angkanya seolah begitu-begitu saja: stagnan."
Julkhaidar Romadhon juga mengingatkan, indikator yang digunakan untuk menentukan beras negara lain masuk yaitu stok beras pemerintah itu sendiri. Stok aman minimal yang harus dikuasai pemerintah pada akhir tahun, agar tidak melakukan impor beras rata-rata harus diatas 1 juta ton.
Sanggupkah pemerintah melakukan itu? Jika belum, toh, petani sudah berusaha dan anggaplah swasembada beras pernah terjadi di Indonesia: betapa manis jika bisa mengulang itu kembali, bukan?Â
(hay/yud)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H