Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Catatan Semu Impor Beras Indonesia

25 Januari 2018   15:58 Diperbarui: 25 Januari 2018   19:34 2318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktifitas buruh wanita dapat memikul empat karung beras di gudang Bulog Panaikang, Makassar, Jumat (12/1/2018).(KOMPAS.com/Hendra Cipto)

"Jika impor beras dilakukan saat produksi padi petani kita melimpah, harga gabah bakal jatuh. Hasil panen padi pun bisa jadi tidak mampu menutupi biaya produksi. Kalaupun untung, keuntungan yang diperoleh kemungkinan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," lanjutnya.

Catatan penting yang dituliskan oleh Kadir Ruslan adalah tentang persoalan pelik bangsa Indonesia yang sampai sekarang tidak pernah (lagi) melakukan swasembada beras. Alasan yang Kadir Ruslan coba jelaskan yaitu daya dukung petani yang rendah.

"Kondisi kemiskinan di sektor pertanian sejalan dengan fakta bahwa selama ini tingkat kesejahteraan petani kita cenderung stagnan. Tengoklah perkembangan indeks nilai tukar petani (NTP). Indikator yang dianggap menjelaskan perkembangan tingkat kesejahteraan petani itu dalam sepuluh tahun terakhir angkanya seolah begitu-begitu saja: stagnan."

Julkhaidar Romadhon juga mengingatkan, indikator yang digunakan untuk menentukan beras negara lain masuk yaitu stok beras pemerintah itu sendiri. Stok aman minimal yang harus dikuasai pemerintah pada akhir tahun, agar tidak melakukan impor beras rata-rata harus diatas 1 juta ton.

Sanggupkah pemerintah melakukan itu? Jika belum, toh, petani sudah berusaha dan anggaplah swasembada beras pernah terjadi di Indonesia: betapa manis jika bisa mengulang itu kembali, bukan? 

(hay/yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun