Ketika melihat Owa Jawa langsung dengan mata-kepala sendiri, untuk pertama kalinya di hutan, hal yang kemudian terlintas dalam pikiran adalah sosok karakter si O dan si Entang Kosasih dalam novel "O" anggitan Eka Kurniawan. Itu adalah novel yang mengisahkan tentang perjuangan seekor monyet yang ingin sekali "berevolusi" menjadi manusia.
Menurut dongeng dalam novel tersebut, bahwa satu-satunya cara menjadi manusia, adalah, mengikuti manusia itu sendiri dan berperilaku seperti mereka. Sampai pada akhirnya si tokoh O sadar: menjadi manusia ternyata bisa lebih menyeramkan daripada menjadi hantu. Segala kekacauan yang dibuat manusia dilihatnya langsung dan semakin sulit ditiru.
Sepertinya hubungan manusia dengan monyet tidak pernah serta merta baik-baik saja. Seperti halnya Owa Jawa dengan manusia. Karena manusia, keberlangsungan hidup Owa Jawa malah diambang kepunahan. Tapi ada yang perlu ditegaskan, Owa Jawa bukanlah monyet, Owa Jawa adalah kera. Bedanya, kera tidak memiliki buntut/ekor, sedangkan monyet punya. Jadi jika ingin mengumpat, mulai saat ini, cobalah untuk tidak asal-asalan.
***
Cinta dan ketololan seringkali hanya masalah bagimana seseorang melihatnya. (O, hal. 216)
***
Owa Jawa yang tengah duduk-duduk santai di salah satu pohon, (sepertinya sedang) melihat ke arah kerumunan manusia. Dan kami yang tiba-tiba antusias melihat Owa Jawa itu, mungkin dalam hitungan detik, terjadi saling-tatap yang lamat-lamat saling mengagumi. Wajar saja, orang kota memang gampang kagum pada hal-hal yang sebenarnya umum. Inikah primata yang kini tengah jadi buruan manusia ini? Diperjual-belikan dan dipelihara sebagai hewan peliharaan eksotis. Sayangnya, itu adalah kejahatan yang banyak tidak disadari manusia kebanyakan.
Perlu diketahui, di Indonesia, hanya ada dua hewan yang boleh dipelihara: kucing dan anjing. Karena memang hanya kedua hewan itulah yang telah ter-defaultuntuk ditumbuhkembangkan menjadi hewan domestik. Selebihnya, tidak, apapun alasan --termasuk Owa Jawa. Tapi karena keunikan dan kelucuannya, bayi Owa Jawa jadi diburu. Induknya dibunuh. Pejantannya lama-lama menjadi stres dan kemudian mati. Jika terus dibiarkan, sudah tentu adalah kepunahan.
Owa Jawa memiliki sifat monogami, yang artinya hanya (mau) mengawini satu betina saja. Untuk menyematkan setia seperti berlebihan. Bisa jadi tidak bisa move-on (maaf, ini becanda). Permasalahan inilah yang tengah dihadapi oleh Owa Jawa. Ketika manusia memburu 1 bayi Owa Jawa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang mesti dilakukan adalah membunuh induknya. Pejantanya jadi stres dan mati. Jika dibuat kalkulasi dengan sederhana: memburu 1 bayi Owa Jawa, paling tidak bisa membunuh 3 Owa Jawa dalam satu waktu.
Pun, keberadaan Owa Jawa amat erat akan kehidupan manusia. Bahkan jika boleh sedikit berlebihan, justru manusia yang menggantungkan hidupnya pada Owa Jawa. Namun kemudian bisa jadi timbul pertanyaan: memang apa hubungannya?