"Karena harta itu bisa menjadi perekat keluarga, bisa juga membuat keluarga tersekat." Henra Sensei menegaskan ucapannya kali ini dalam acara Nangkring AXA bersama Kompasiana pada Kamis (20/7). Seruan Henra ini pun disambut riuh seisi ruangan.
Acara Nangkring yang diadakan pada malam hari di Yogyakarta ini ternyata tidak kalah heboh dengan Nangkring AXA sebelumnya yang diadakan di Jakarta dan Surabaya.
Henra yang saya temui selepas acara ini menerangkan bahwa, harta yang dimiliki sebuah keluarga sangat berpotensi untuk bersengketa. Maka dari itu, diperlukan perencanaan keuangan yang baik dan prioritas untuk mengelola harta tersebut.
Seringnya terjadi sengketa harta warisan di Indonesia bisa disebabkan salah satunya karena adanya tiga hukum waris yang berlaku di sini. Henra menuturkan bahwa terdapat hukum waris adat, islam, dan perdata. Kemudian, hukum waris ini bersifat fakultatif dan juga saling melengkapi. Anak atau pasagan hidup pun bisa memiliki hukum yang berbeda-beda. "Hal inilah sangat berpotensi untuk terjadinya sengketa," ujar Henra.
Menurut Henra, orang-orang bijak seharusnya akan memilih portfolio yang tidak bisa digugat sehingga tidak menimbulkan potensi bersengketa.Â
"Jadi portfolio itu terserah yang punya. Dia tunjuk siapa yang gak boleh diganggu gugat karena hukum waris tidak bisa mengakses. Berarti hal tersebut bukan harta waris." jelasnya.
Kemudian ada pertanyaan yang terus timbul di benak saya ketika mewawancarai Henra, sebaiknya harta yang kita punya itu lalu harus diapakan? Ia pun mengatakan bahwa, jika ingin ada harta yang ingin diwariskan, sebaiknya dikeluarkan seminim mungkin, yakni 80% harta bisa dipakai, lalu 20% diwariskan.
Ia melanjutkan bahwa semua ini harus diperhitungkan dengan matang agar tidak ada potensi bersengketa antar anggota keluarga yang tidak jarang terjadi di Indonesia. Menurutnya, berasuransi merupakan salah satu cara bijak untuk mewariskan harta yang ingin diturunkan pada keluarga.