Beberapa tahun belakangan, perkembangan industri perfilman Indonesia semakin bersinar. Terutama di tahun 2016 kemarin, terbukti banyak film Indonesia yang meraih lebih dari 1 juta penonton, diantaranya film Hangout, London Love Story, My Stupid Boss, AADC 2, dan Koala Kumal.
Selain itu, yang tak kalah menghebohkan adalah jumlah penonton pada Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 yang mencapai 6 juta. Ini bahkan sudah dicatut sebagai film terlaris sepanjang masa perfilman Indonesia dan mengalahkan jawara box office Indonesia sebelumnya selama 8 tahun yakni Laskar Pelangi (2008).
Namun, dari sekian banyak kesuksesan film Indonesia tahun lalu, ternyata banyak film Indonesia yang dirasa masih jauh kualitas dan peminatnya dibandingkan film luar. Kira-kira apa sih penyebabnya?
1. Kurangnya pemasaran/promosi
Beberapa film Indonesia seperti kurang promosi, atau memang dilakukan promosi tetapi cenderung mepet-mepet penayangan hari H. Jika melihat film Hollywood, sebelum tayang di bioskop mereka biasanya sudah gencar menayangkan trailer bahkan dari 1 tahun sebelumnya. Seringkali kita sendiri tidak menyadari apa film Indonesia yang sedang tayang di bioskop, bukan?
Namun, memang tidak semua film Indonesia seperti itu. Jika melihat film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2), promosinya gencar sekali. Bahkan dulu sempat ada web series AADC yang ditayangkan oleh LINE Indonesia, yang juga kemudian dijanjikan oleh sang sutradara Riri Riza untuk mengangkat ke layar lebar film AADC 2.
Belum lagi promosi-promosi yang dilakukan setelahnya melalui media cetak, TV, sampai media sosial. Ini lah yang membuat penonton Indonesia berebut membeli tiket nonton film AADC 2.
2. Kreativitas pembuat film
Film Indonesia masih cenderung untuk bermain aman dan pada akhirnya memilih genre film yang akan banyak ditonton oleh masyarakat saja. Perilaku "terjebak pasar" ini memang sering menghambat kreativitas para sineas Indonesia untuk membuat film yang beda dari yang lain.
Di samping itu, kurangnya modal untuk membuat film bisa menjadi salah satu faktor dari minimnya kreativitas para sineas. Jika tidak ada yang memfasilitasi, film tersebut bisa saja berakhir menjadi sesuatu yang tidak menarik untuk ditonton karena kualitas cerita yang biasa saja dan "pasaran".
3. Kurangnya dukungan pemerintah
Hal ini menjadi hal yang tak kalah penting dalam pembuatan film Indonesia. Film Indonesia yang tentu dibuat di Indonesia dan oleh para sineas Indonesia ini pasti sangat memerlukan dukungan pemerintah Indonesia. Jika pemerintahnya kurang mendukung, para pembuat film tidak akan semangat lagi untuk memproduksi film selanjutnya. Pun jika mereka masih bisa membuat film selanjutnya, kualitasnya akan dipastikan sama saja, cenderung pasaran, atau bahkan bisa lebih buruk.
Selain itu, pemerintah juga harus turut mengontrol importir film dari luar agar film Indonesia tidak kalah saingan dengan film luar.
4. Ketinggalan teknologi
Karena cenderung "main aman" dan mengikuti selera pasar tadi, jarang film Indonesia yang menyertakan efek atau teknologi tertentu, baik itu secara animasi, visual efek, atau pun suara. Banyaknya film Hollywood yang bagus dan membuat kita penasaran menontonnya tentu karena ide cerita dan juga visual efek "wah" yang mendukungnya. Sebut saja seperti film Harry Potter yang tak dapat diragukan lagi kehebatan efek animasinya.