Malaka, Malaysia | Generasi muda saat ini perlu memiliki keahlian dan pola pikir yang mumpuni. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri/Deputy Prime Minister Malaysia, YAB Datuk Sri Utama Dr. Ahmad Zahid bin Hamidi dalam sambutannya pada ajang Asia Urban Youth Assembly 2017 (26/3).
Perubahan komposisi populasi dunia menyebabkan sejumlah perubahan yang krusial bagi manusia. Dr. Ahmad Zahid Hamidi menuturkan 3 tren masalah yang perlu disadari oleh kaum muda demi bumi yang lebih layak bagi generasi mendatang. Tiga hal tersebut adalah kesenjangan sosial, tantangan ekonomi global dan perubahan iklim/lingkungan serta isu kesehatan.
“The rich are ageing and poor are not,” ujar Dr. Ahmad Zahid Hamidi. Masalah pertama muncul karena negara-negara maju mengalami penurunan jumlah penduduk muda, sementara negara-negara berkembang mempunyai angka kelahiran yang melesat secara signifikan dari tahun ke tahun. Ketimpangan jumlah penduduk ini menjadi masalah apabila pertambahan penduduk dunia didominasi oleh kaum muda yang minim akses terhadap pendidikan.
Kedua, pola ekonomi global akan bergeser dari kompetisi ekspor menuju ‘consumer-driven economy’. Kecenderungan tersebut terindikasi melalui strategi Tiongkok yang tidak lagi berfokus pada aspek penawaran/supply, melainkan permintaan/demand. Hal tersebut disebabkan karena negara-negara yang selamat dari krisis tahun 2008 kini tengah mengalami penurunan daya beli dan lebih berfokus pada upaya pengembalikan dana pinjaman. Dalam hal ini, kaum muda dihadapkan kepada sempitnya lahan pekerjaan dan tingginya persaingan dunia kerja.
Bagi Dr. Ahmad Zahid Hamidi, poin ketiga adalah yang paling krusial dan perlu mendapat perhatian khusus. Kaum muda masa kini hidup dalam kondisi habitat yang berubah, baik dari aspek lingkungan hidup maupun sosial. Cuaca yang ekstrem, perilaku manusa yang destruktif dan menurunnya produktivitas tanah akan berakibat pada ketidakseimbangan alam yang kelak menjadi medium yang ideal bagi persebaran penyakit, punahnya sejumlah spesies, dan merosotnya ketersediaan pangan.
Terlepas dari komitmen yang telah dibuat oleh negara-negara mengenai isu-isu di atas, pemerintah Malaysia menaruh target sendiri untuk secara signifikan menanggulangi tiga masalah tersebut pada tahun 2050. Program yang dikenal dengan sebutan National Transformation 2050 (disingkat menjadi NT50) ini selalu melibatkan kaum muda karena menurut Dr. Ahmad Zahid Hamidi, pada praktiknya penduduk usia produktif adalah kelompok yang akan menjalankan sekaligus memastikan bahwa program ini terlaksana pada tahun 2015.
AUYA 2017 berangkat dari komitmen Asia-Pacific Urban Youth Assembly (APUFY) ke-6 di Indonesia. Dari level regional Asia-Pasifik, UN Habitat sebagai penyelenggara membawa diskusi ini ke dalam lingkup yang lebih kecil dan memudahkan partisipan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, UN Habitat menggandeng pemerintah lokal Malaka untuk menyelenggarakan AUYA 2017 dengan mengundang +400 delegasi dari 34 negara di Asia dan Afrika untuk menindaklanjuti APUFY ke-6 dengan Malaka sebagai contoh kasus.
Chief Minister of Melaka, YBH Datuk Seri Utama Ir. Idris Haron mengatakan bahwa Malaka tidak mempunyai tambang emas dan sumber daya alam sebagai komoditas. Karena itu, sejarah, tradisi dan keramahan yang khas adalah keunggulan berharga yang perlu dikelola. Tidak semata-mata sebagai daya tarik pariwisata, melainkan untuk masyarakat itu sendiri dan habitat hidup yang berkelanjutan. (WK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H