Saya sudah pergi dan ada anak yang terisolir sama saja anak-anak sama sakitnya. Kalau ingat itu sakit rasanya. Harus sembuh, namun saya rasa minta maaf itu sudah bisa memahami satu sama lain.
Kalau mereka yang berperan dan di penjara itu mereka sudah meninggal, dan sepuh.
Ayo kita sama-sama kalau mati jangan dibuang, dan dihargai.
Chatherine Panjaitan, anak dari Mayjen D.I. Panjaitan pun bercerita seperti dibawah ini :
Ada fight waktu itu juga. Mereka ratusan dan loncat semuanya masuk rumah kita suruh keluar, dan buka pintu.
Sekarang ini saya trauma bila sekelompok tentara masuk dan berteriak.. teriak Bapak jenderal. Bapak jenderal turun. Lalu pembantu saya tidak mau turun, dan dibawah ada sepupu saya tanpa ditanya langsung ditembak saja.
Akhirnya mereka masuk dan memberondong masuk rumah dan sampai sekarang masih ada lobangnya. Mereka itu tidak naik tangga, dan karena Ayah saya sering berburu.
Itu Ayah saya masuk kamar dan ganti baju. Dan saya mau ikut, dan tidak boleh ikut.
Saya lihat ayah saya dari atas. Mereka bilang beri hormat. Ayah saya tidak butuh, masa hormat sama kopral.
Mereka ikat ayah saya, dan mereka tidak punya Tuhan, dan ayah saya jatuh lalu diberondong senjata, dan saya turun.
Dan saya lihat otaknya putih, dan saya bisa ambil darahnya dan usap saya tidak bisa tolong. Walaupun saya sedikit trauma. Saya melihat dan memaafkan putra-putri bersebrangan dengan saya.