Tudingan politisi senior PDI Perjuangan Sabam Sirait bahwa adanya sejumlah purnawirawan jenderal TNI yang mendukung bakal calon presiden telah ada sejak zaman Presiden Soeharto. Hal itu dikatakan Sabam Sirait di dalam sebuah acara Pilihan Indonesia di Warung Daung, Cikini, Menteng, 28 Maret 2014 lalu.
"Sudah sejak Orde Baru jenderal berpolitik, sejak zaman Soeharto," kata Sabam, seperti dikutip dari situs merdeka.com.
Sabam menegaskan, merapatnya jenderal-jenderal ke sejumlah capres tidak akan berpengaruh banyak. Sebab, mereka tidak masuk dalam struktur partai atau menjadi kader partai. "Kalau dia sudah anggota partai ya berpengaruh," tegas Sabam.
Namun demikian, kata Sabam, jenderal purnawirawan itu akan memiliki nilai tambah bila figurnya memiliki kedekatan dengan rakyat. Dengan berbagai pendekatan yang tentunya jauh dari kekerasan.
"Rakyat tak mau ditekan-tekan, kalau pakai senjata menekan, masalah," tandasnya.
Namun demikian, ungkapan dan tudingan Sabam Sirait itu berbeda dengan pernyataan dan komitmen Tentara Nasional Indonesia yang tetap netral dalam pemilu. Hal itu diungkap oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan seringkali juga diucapkan KSAD Jenderal Budiman. Di media massa pernyataan tentang netralitas TNI paling sering dikatakan.
Penegasan TNI itu ingin mengungkap bahwa tidak adanya dukung mendukung terhadap calon presiden, meskipun sejumlah capres seperti Prabowo Subianto, Wiranto, Pramono Edhie Wibowo merupakan purnawirawan TNI yang berpengaruh.
TNI selalu menjelaskan bahwa dalam mengamankan dan menjalankan amanat negara ini harus bersikap netral, bukan dengan mendukung salah satu capres. Sebab, TNI merupakan alat negara yang menjadi pengawal terdepan pertahanan NKRI, dan itu memang sudah menjadi ranah yang jelas untuk selalu bersikap netral.
Tudingan Sabam Sirait bahwa sudah sejak zaman Soeharto purnawirawan jenderal berpolitik, tentunya itu tidak akan berpengaruh terhadap komitmen awal TNI yang terus netral.
Tidak ada alasan yang tepat bagi tudingan Sabam Sirait itu. Sebab, zaman Presiden Soeharto tersebut, memang TNI merupakan bagian dari politik praktis. TNI digunakan sebagai alat untuk memenangkan politik Soeharto dalam kancah kekuasaan.
Namun saat ini berbeda. Era saat ini adalah era yang berbeda dalam kebijakan politik TNI. TNI sudah tidak melakukan politik praktis lagi. TNI saat ini benar-benar murni sebagai alat negara yang menjaga dan mengawal pertahanan negara.
TNI akan tetap netral walaupun sejumlah capres telah menyatakan mencalonkan diri untuk bertarung menuju RI 1. Ini merupakan hal yang tegas dilakukan TNI untuk Indonesia yang lebih baik dan maju. Netralitas TNI merupakan pilihan yang tepat.
Ini jugalah yang terus meyakinkan bahwa TNI selalu bersama rakyat, dan tidak tergoda politik praktis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H