Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Setujukah Anda dengan Perubahan Sistem Pilkada?

11 September 2014   03:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:03 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14103489061912320942

[caption id="attachment_358372" align="aligncenter" width="520" caption="Pro Kontra Sistem Pilkada"][/caption]

Saat ini sedang ramai perbincangan tentang RUU Pilkada baik itu perbincangan online maupun offline. Sebenarnya RUU ini sudah sejak tahun 2010 disiapkan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Berdasar kesepakatan Kemendagri dengan Komisi II DPR, RUU ini akan disahkan pada 25 September 2014 nanti.

RUU Pilkada terdiri dari 7 Bab dan 181 Pasal. Ada dua hal yang berbeda secara signifikan dari ketentuan UU No.32/2004, yaitu: pertama, wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS, dan kedua, gubernur, bupati/walikota tidak lagi dipilih langsung oleh DPRD Provinsi.

Adapun partai yang mengusung berlangsungnya pilkada dipilih oleh DPRD adalah Golkar, PAN, PPP, Demokrat, Gerindra, dan PKS. Parpol -parpol ini berargumen perlunya pilkada kembali dipilih oleh DPRD karena mahalnya biaya demokrasi dan maraknya politik uang. Karena politik berbiaya tinggi ini pula menjadi faktor penyebab banyaknya pemimpin yang terlibat korupsi karena harus mengembalikan modal setelah jor-joran dalam berkampanye.

Sedangkan partai yang tetap mendukung pilkada dipilih langsung oleh rakyat adalah PDIP, Hanura, PKB. Partai-partai yang tidak sepakat dengan mekanisme pilkada oleh DPRD adalah pertama, model ini akan melahirkan sistem kekuasaan oligarki atau sistem pemerintahan yang kekuasaan politiknya hanya dikendalikan oleh segelintir kelompok elit. Kedua, mekanisme pilkada di DPRD menumbuhkan praktik politik uang yang lebih besar. Potensi adanya money politic yang lebih sistematis. Ketiga, pilkada di DPR malah akan membangun jarak antara pemimpin daerah dengan warga yang akan dipimpinnya. Kepala daerah terpilih malah tidak akan merasa terikat dan bertanggung jawab langsung terhadap warganya.

Pilkada langsung yang sudah berjalan bertahun-tahun dan melibatkan partisipasi dari masyarakat telah melahirkan pemimpin-pemimpin berprestasi seperti: Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Joko Widodo (Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Pilkada langsung sebagai wujud kedaulatan rakyat dalam memilih siapa yang pantas menjadi pemimpinnya.

Akankah pilkada langsung yang pernah anda ikuti menjadi pilkada terakhir?

So, bagaimana pendapat anda? Apakah anda sepakat dengan perubahan sistem pilkada langsung menjadi pilkada yang dipilih oleh DPRD? Ayoo..suarakan pendapatmu di PRO-KONTRA!

(ACI)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun