Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pendidikan di Tanah Air Akan Dibawa ke Mana?

28 Juni 2015   12:53 Diperbarui: 28 Juni 2015   12:53 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - proses belajar-mengajar di sekolah. (kompas.com) 

Pada 2 Mei 2015 Kompasiana membuat topik pilihan tentang Hari Pendidikan Nasional. Sekarang ini, ketika bicara tentang pendidikan, apa yang terlintas dalam benak Anda? Tingkat intelegensi anak-anak Anda, moral sebagian siswa yang semakin lama membuat Anda geleng-geleng kepala, kesejahteraan para pendidik, atau tidak meratanya fasilitas pendidikan terutama bagi warga di daerah-daerah pedalaman? Barangkali itu hanya sebagian permasalahan pendidikan di negeri tercinta ini. Banyakkah hal menyangkut pendidikan bangsa ini yang perlu dibenahi? Kali ini Kompasiana merangkum 10 artikel pilihan tentang hari pendidikan nasional, selamat membaca.

1. Hardiknas: Mengapa Anak-anak Sekolah Ini Suka Mencuri?

Kompasianer Eddy Mesakh ini sering melihat sejumlah anak-anak berusia SD dan SMP sudah mahir mengutil. Sampai lupa sudah berapa kali ia menangkap maling (pengutil) berusia belia. Biasanya anak-anak itu ditanya dulu oleh beliau tentang di mana sekolahnya, siapa orangtuanya, mengapa mencuri, lalu dinasihati agar tidak mencuri. Ada beberapa anak yang diantar pulang untuk bertemu langsung dengan orangtuanya agar mereka dinasihati.

2. Hardiknas: Nasihat dari Para Motivator Pendidikan

Kompasianer Siti Nur Hasanah merasa Hardiknas tahun ini menjadi istimewa karena banyak sekali para sahabatnya yang berprofesi sebagai Motivator Pendidikan memberikan banyak nasihat. Sejak pagi hingga malam hari (2/5), nasihat dari para Sahabat Motivator terus mengalir. Salah satu nasehat dalam tulisan ini berbunyi “Zaman sekarang, orang tua (khususnya) atau pendidik (umumnya) harus lebih peka dan peduli kepada anak/anak didik.” 

3. Kemerosotan Moral Merajalela, ke Manakah Pendidikan Karakter selama Ini?

Kompasianer Nahariyha Dewiwiddie mengulas bahwa permasalahan pendidikan masih saja mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Misalnya seperti fasilitas dan prasarana, pendidikan budi pekerti dan kualitas SDM masih saja kurang. Ia juga menemukan survei di salah satu lembaga di dunia yang mengatakan: "kualitas pendidikan Indonesia, terburuk di dunia". Tak heran, jika banyak orang yang menjadi begal, pencuri, tawuran di kota besar, bahkan karena pergaulan bebas, banyak remaja yang kehilangan keperawanannya karena hamil di luar nikah. 

4. Ketika Sekolah Kita Berwatak Anti-Revolusi Mental

Menurut Felix Sitorus pelaksanaan UN tingkat SMA sederajat baru-baru ini telah dicemari praktek mentalitas menerabas. Mentalitas yang menghalalkan segala jalan pintas haram demi mencapai tujuan. Agar siswa lulus UN dengan nilai bagus, beberapa siswa menggunakan jalan pintas agar mendapatkan bocoran soal atau jawabannya. 

5. Guru Bantu, antara Ada dan Tiada

Menurut Muthiah Alhasany, profesi guru tidak hanya diisi oleh orang-orang yang telah menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Ada yang disebut guru bantu atau guru honorer. Guru seperti ini hanya mendapat honor berdasarkan kebijakan sekolah masing-masing, tidak  ada jaminan kelayakan walau mereka bekerja seperti guru yang berstatus PNS. Bahkan nasib mereka banyak yang terkatung-katung, tidak jelas statusnya dan tidak jelas penghasilannya. Keberadaan guru bantu sebetulnya sangat diperlukan karena jumlah sekolah dengan jumlah pengajar belum seimbang. Masih banyak daerah yang mengalami kekurangan guru, terutama di wilayah terpencil atau desa-desa pelosok di seluruh Nusantara.  

6. Pak Guru Oh Pak Guru

Menurut Suci Handayani Harjono, ada seorang guru yang ia kenal belum memperoleh sertifikasi guru. Soal jam mengajar, ia yang mengajar di tempat terpencil jauh melebih jam mengajar yang disyaratkan pemerintah. Bagaimana tidak, satu sekolah rata-rata hanya mempunyai 2-3 guru, mau tidak mau harus bisa mengajar bergantian untuk enam kelas. Sejak puluhan tahun yang lalu sekolah tempatnya mengajar memang sulit mendapatkan guru yang betah mengajar lama. Guru datang silih berganti dari kota tetapi tidak ada yang bertahan lama. Terpaksa ia dan 2 guru lainnya yang berasal dari dusun terdekat berjibaku mengemban tugas Negara. 

7. Hardiknas 2015 Masih Ingat Pancasila?

Menurut Thamrin Dahlan, pancasila memang sudah diajarkan selama 12 tahun di sekolah negeri ini. Bahkan sampai ke perguruan tinggi, Pancasila terdapat dalam kurikulum pada Semester I sebagai mata kuliah wajib. Artinya, generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan mengecap pendidikan nasional sudah hafal apa itu Pancasila. Memori permanen anak muda yang hanya berpeluang duduk di SD pun pastilah hafal urutan ke-5 sila Pedoman Bangsa Indonesia.

Sampai di sini saja Pancasila hafalan. Generasi muda tidak mendapatkan suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari bagaimana cara Pancasila itu diterapkan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Kekisruhan akibat obrak-abrik dilakukan oleh oknum pelajar masih saja terjadi. Bolehlah saya katakan Pancasila Obrak-Abrik karena hasil dari pendidikan belum lagi menghasilkan generasi Pancasila sejati. 

8. Jangan Sindir Pendidikan Nasional

Muhammad Armand menuliskan bahwa tiada guna menyindir-nyindir pendidikan nasional, sebab hukum alamiah memanglah pendidikan bervisi untuk memintarkan orang yang kurang pintar, membaikkan orang-orang yang dianggap belum baik. Dan, bila semua orang sudah cerdas dan baik, apa gunanya diselenggarakan pendidikan nasional? Jadi memang harus super arif dalam menyandingkan fakta dengan niat pendidikan. Menyorotinya adalah kewajiban, memberi solusi pun adalah hak. Inilah masalah kolektif kita! Bukan masalah itu hanya terjulur pada guru, menteri, diknas atau kepala sekolah. Perkara pendidikan adalah perkara kita semua, tanpa harus ada yang dikesampingkan. Itulah disebut nasionalisasi kebaikan, nasionalisasi pendidikan dan nasionalisasi problem bersama. 

9. Semangat Ki Hadjar Dewantoro vs Fenomena Bangsa di Zaman Ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun