Kehadiran tetralogi Supernova karya Dee Lestari, barangkali adalah anugerah bagi dunia kesusastraan Indonesia. Barangkali. Ya, setidaknya kesusastraan oleh Dee Lestari didekatkan dengan cara yang lebih populer. Baik dari pemilihan bahasa maupun tema.
Salah satunya, misal “Ksatria, Puteri & Bintang Jatuh” dari seri pertama dari tetralogi Supernova. Seri ini membuka jalan untuk ketiga novel setelahnya dengan cara yang menarik: cerita cinta kedua pelajar Indonesia di Amerika. Ya, walau mereka sesama jenis; laki-laki dengan laki-laki.
Mungkin kita sedikit membuat dinding tebal pada diri sendiri untuk menjadikannya sekat ketika mengetahui bahwa yang diceritakan adalah soal gay. Tapi, sebenarnya novel ini adalah salah satu jendela bagi kita untuk memandang suatu hubungan dengan dimensi yang lain.
Tidak cepat menilai hanya berdasarkan apa yang kita yakni, tapi benar-benar bisa menelisik ke dalamnya dan menemukan cahaya di sana. Seperti kutipan dari novel tersebut:
“Berhenti memilah antara apa yang diinginkan dan tidak, lalu stagnasi hanya karena anda berkeras atas sesuatu yang sebenarnya harus berubah. Berhenti juga menilai baik buruk dari apapun. Bahkan untuk itu anda hidup. Anda adalah pengamat dan penikmat. Bukan Hakim”
***
Sebermula M Nasir, selaku Menristek mengeluarkan pernyataan: bahwa LGBT dilarang masuk Kampus dan itu tidak sesuai norma kesusilaan. Hal itu didasari oleh keberadaan SGRC (Support Group and Resource Center of Sexuality Studies) di Universitas Indonesia yang mewadahi --atau barangkali memfasilitasi berupa konseling-- bagi kelompok LGBT. Lalu bermunculan segala pembelaan dari lapisan masyarakat. Tidak sedikit pernyataan Menristek malah dijadikan guyonan oleh netizen.
Tidak. Tidak hanya guyonan, untuk mereka yang mendukung pernyataan Menristek, itu dijadikan pembenaran. LGBT tidak boleh ada di Indonesia. Mereka membela dengan segala dalil yang ada. Sedang mereka yang mendukung LGBT melindungi hak-hak mereka sebagaimana mestinya manusia.
Sebab-musababnya adalah para pelaku LGBT meminta keberadaan mereka dilegalkan. SGRC dari Universitas Indonesia memfasilitasi. Dan akhirnya ini menjadi polemik yang tak kunjung usai. Berikut beberapa tulisan mengenai isu LGBT di Indonesia yang terangkum dalam topik pilihan. Belum usai, memang, tapi ini adalah sehimpun pandangan yang juga mewarnai polemik tersebut.
1. Dorce Masuk Istana Presiden, LGBT Dilarang Masuk Kampus Karena SGRC di UI dan UIN
![Jessi Carina/Kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/11/ini-56e2f4c78623bde23159c97e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)