Polemik Arcandra Tahar dan Gloria Hamel memunculkan kembali wacana untuk menerapkan asas dwikewarganegaraan di Indonesia. Bila dwikewarganegaraan diterapkan, Indonesia bisa memanggil pulang SDM terbaik dari luar negeri untuk membangun bangsa dan negara.
Sayangnya penerapan dwikewarganegaraan bisa disalahgunakan. Menurut Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, asas ini bisa digunakan oleh warga negara Indonesia yang ingin menghindari pajak tinggi di Tanah Air dan beralih ke negara lain yang menerapkan sistem pajak rendah.
Wacana dwikewarganegaraan juga menarik opini masyarakat, ada yang menolak dan ada yang setuju. Hal yang paling sering dibicarakan adalah rasa nasionalisme seseorang jika ia memiliki status dwikewarganegaraan dan munculnya rasa dicurigai sebagai orang asing. Untuk lebih jelas, berikut 4 opini Kompasianer mengenai wacana dwikewarganegaraan di Indonesia:
1. Kasus kewarganegaraan Arcandra Tahar & Proyek Diaspora Indonesia
2. Hati-hati Dampak Dwi Kewarganegaraan!
Ia juga meminta Pemerintah RI maupun para legislator di DPR untuk berpikir matang-matang, apakah sudah waktunya membolehkan seorang WNI memegang paspor asing atau seorang WNA diizinkan berpaspor Indonesia? Atau hanya izin dwi kewarganegaraan terbatas, misalnya hanya untuk WNI lulusan Universitas luar negeri di mana ia bekerja-berdomisili dan tak mengizinkan WNA berpaspor asing sekaligus paspor RI.
3. Menkumham Jabarkan Peluang Seseorang Memiliki Dua Kewarganegaan
Sertifikat ini akan berisi pernyataan yang menjelaskan bahwa orang yang bersangkutan (sudah) bukan WNI. Sehingga dari penafsiran ini dapat ditafsirkan lagi bahwa selama orang itu belum mengurus administrasinya atau selama Kemenkumham tidak tahu, maka orang itu tetap berstatus WNI walaupun di tempat lain sudah memiliki paspor WNA. Oleh karena itu, pasal 30 pun juga adalah biang kerok lainnya dari kegaduhan Archandra.