Bulan lalu terjadi sebuah kericuhan di lapas Gorontalo. Kericuhan yang terjadi di lapas Kelas IIA ini diduga karena pertikaian antara aparat dengan seorang narapidana.
Kerusuhan ini berujung pada sebuah temuan. Ternyata, jumlah narapidana yang ada di lapas Gorontalo telah melebihi kapasitas bahkan hingga dua kali lipat. Lapas yang seharusnya hanya dihuni oleh 330 narapidana ini ternyata diisi oleh 643 napi.
Bahkan kemudian pihak DItjen Pemasyarakatan Kemenkumham melalui humasnya Akbar Hadi menuturkan bahwa persoalan lapas Gorontalo ini bukan hanya soal kapasitas, namun juga jumlah personel keamanan tidak sepadan dengan banyaknya warga binaan.
Kejadian ini kemudian berbuntut pada usulan anggaran tambahan sebesar 1 triliun oleh Komisi III DPR. Wacana ini kemudian akan diusulkan pada pembahasan APBN Perubahan tahun 2016.
Namun tentu saja dana 1 triliun bukanlah jumlah yang sedikit dan bisa saja menjadi lahan korupsi baru. Karena itu Kompasiana membuat jajak pendapat perihal ini. Kompasiana melontarkan statement "Pemerintah Harus Kucurkan Dana 1 Triliun untuk Lapas" dan hasilnya 4 suara untuk Pro dan 6 suara untuk Kontra.
Melihat persoalan ini, Joe de Foster mengatakan bahwa kucuran dana yang diberikan pemerintah nantinya harus digunakan untuk membangun lapas-lapas di daerah dan pulau terpencil di Indonesia. Tidak perlu sebagus yang ada di kota besar, asalkan sesuai dengan standar.
"Lautan yang luas dan ganas akan menjadi border pengaman dan jika berani lari, mereka akan berhadapan dengan buasnya alam," tulis Joe.
"Penghuni penjara ini khusus untuk terpidana kasus narkoba dan koruptor saja dan biarkan mereka seumur hidup menikmati sulitnya hidup di daerah terpencil dan terisolasi," pungkasnya.
Bukan hanya Joe, Kompasianer Arif Febrianto juga mengatakan hal senada. Ia mendukung wacana soal kucuran dana 1 triliun untuk lapas ini. Bahkan menurutnya, lapas di Indonesia memang sudah tidak mendukung lagi untuk digunakan.
"Saya setuju untuk pembangunan lapas yang baru. Sebab kelebihan kapasitas dan kurangnya tenaga lapas sangat tidak efektif dalam penjagaan," tulisnya.
Tapi yang paling penting, tambahnya, adalah tentang bagaimana pengawasan penggunaan dana 1 triliun tersebut. Jangan sampai dana dengan jumlah yang besar ini tidak tepat guna dan menjadi lahan korupsi.