Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

7 Tanggapan Kompasianer Soal Kontroversi Deparpolisasi

5 April 2016   12:10 Diperbarui: 5 April 2016   12:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Teman Ahok mengumpulkan dukungan melalui petisi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (1/3/2015). TRIBUNNEWS / DANY PERMANA"][/caption]Istilah deparpolisasi akhir-akhir ini sangat ramai diperbincangkan di ranah politik. Istilah ini seringkali digunakan untuk menggambarkan sikap atau tindakan yang sedang dilakukan pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap partai politik.

Sebenarnya istilah deparpolisasi ini pertama kali muncul dari mulut Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi menilai tindakan Ahok yang maju sebagai calon independen akan meruntuhkan struktur partai dan tentu saja hal ini harus dilawan. Bahkan lebih jelas, Prasetio sendiri mengungkapkan bahwa PDI-P akan melawan upaya deparpolisasi ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti baku dari deparpolisasi adalah "pengurangan jumlah partai politik". Bahkan pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito menerangkan bahwa deparpolisasi adalah salah satu upaya pemandulan partai. Contoh jelasnya adalah dengan membatasi jumlah partai dan tidak memberi ruang pada partai politik.

"Ada kondisi politik yang bisa menghancurkan partai dan menghilangkan peran partai, itu baru deparpolisasi," ujar Arie dikutip dari Kompas.com (10/3/2016).

Memang satu sisi, istilah deparpolisasi ini terlihat akan berimbas negatif pada keberlangsungan sebuah partai. Namun di sisi lain, sikap ini muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kinerja partai politik yang seringkali diwarnai politik transaksional. Sehingga publik menganggap deparpolisasi adalah solusi agar terbentuknya satu pemerintahan yang tidak dikontaminasi oleh intrik-intrik untuk satu kepentingan tertentu.

Kompasianer sebagai bagian dari publik juga tentu memiliki pandangannya masing-masing terhadap sikap deparpolisasi ini. Berikut ini adalah 7 reaksi Kompasianer soal deparpolisasi.

1. Senjakala Parpol Indonesia?

Pilkada 2017 memperlihatkan sikap petinggi parpol yang masih malu-malu untuk berkolaborasi. Seandainya parpol mau bersatu, maka akan muncul satu kekuatan dahsyat yang bisa saja dengan mudah mengalahkan calon independen. Namun jika sebaliknya maka hampir dapat dipastikan calon independen akan unggul seandainya parpol mengusung calon masing-masing. Hal inilah yang diutarakan Thamrin Dahlan dalam artikelnya.

Bahkan menurutnya, sikap deparpolisasi bisa menjadi senjakala bagi partai politik. Ini akan terjadi ketika parpol tidak mau bersatu padu dan mengedepankan egoisme masing-masing. Seharusnya, parpol mau sejenak menghilangkan arogansi partai masing-masing di Jakarta. Jika tidak, besar kemungkinan senjakala akan mendatangi partai politik di Indonesia.

2. Deparpolisasi atau Eliminasi Calon Independen

[caption caption="Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Sumber: Kompas.com"]

[/caption]Isu deparpolisasi ini semakin berhembus kuat setelah Basuki Tjahaja Purnama menetapkan sikapnya dengan menolak pinangan partai politik untuk maju di Pilkada 2017 mendatang. Deparpolisasi ini memang sebenarnya berseberangan dengan prinsip demokrasi. Dalam ilmu politik, parpol adalah sarana yang menghubungkan antara kepentingan rakyat dan pemangku kebijakan.

Kompasianer Anis Kurniawan mengatakan bahwa memang benar deparpolisasi ini adalah salah satu bentuk kritik publik terhadap ketidakpuasan kinerja pemerintah yang terbelenggu partai. Menurutnya, praktik deparpolisasi seperti ini sudah terjadi di masa Orde Baru. Kala itu bukan hanya sejumlah parpol yang dibatasi, tetapi akses ke partai selain penguasa juga dilimitasi.

Agar tidak tergerus, parpol harus kembali ke dasarnya. Parpol harus memperbaiki iklim kepengurusan dan menjaga kader-kader berkualitas dan semakin demokratis. Parpol harus mengembalikan citra bahwa politisi tidak memiliki jarak dengan masyarakat, tetapi politisi dapat menyatu dengan masyarakat.

3. Bu Mega, Langkah Ahok Bukan Indikasi “Deparpolisasi” Tapi “Delegitimasi Parpol”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun