Kompasianer termasuk orangtua yang suka membagikan momen keseharian anak di media sosial? Pernahkah terlintas di benak, risiko apa yang mungkin dihadapi anak akibat kebiasaan ini?
Sharenting, istilah yang merujuk pada kebiasaan orangtua membagikan cerita, foto, dan video anak di media sosial, kini sudah jadi hal biasa.
Dari prestasi anak, lelucon, hingga momen spesial seperti hari pertama sekolah dan ulang tahun, hampir semuanya dibagikan.
Namun, di balik keseruan berbagi, ada risiko yang tak bisa diabaikan. Selain melanggar privasi anak, praktik sharenting berpotensi membuka peluang bagi kejahatan seperti pencurian identitas, cyberbullying, hingga menjadi sasaran para predator anak.
Seperti dilansir dari Kompas.id, Bank Barclays di Inggris memperkirakan ada 7,4 juta kasus penyalahgunaan identitas per tahun. Beberapa di antaranya bahkan terkait dengan sharenting.
Sementara itu, data dari eSafety Australia menunjukkan bahwa hampir 50% foto yang diakses oleh pedofilia berasal dari unggahan di media sosial.
Nah, sebagai orangtua, bagaimana pandangan Kompasianer?
Adakah di antara Kompasianer yang suka membagikan informasi dan aktivitas anak di sosial media? Jika ada, sudahkah mempertimbangkan risikonya? Bagaimana jika foto atau informasi anak jatuh ke tangan yang salah?
Selain itu, apakah orangtua perlu lebih selektif dalam memilih momen apa saja yang layak dibagikan ke media sosial?
Punya tips dan trik supaya tetap aman sharing momen anak, tanpa harus melanggar batas privasi mereka? Yuk share pengalaman dan pandanganmu.
Jangan lupa tambah label Bahaya Sharenting (menggunakan spasi) pada setiap konten yang kamu buat, ya!