Kompasianer, adakah di antara kamu yang belakangan ini sering cemas karena kondisi ekonomi? Lalu apa yang kamu lakukan untuk meredakan kecemasan kamu? Apakah dengan berbelanja cukup untuk mengobatinya? Kalau iya, hati-hati, ya! Mungkin kamu sedang doom spending.
Istilah doom spending sendiri merujuk pada perilaku seseorang yang berbelanja tanpa berpikir untuk menenangkan diri karena merasa pesimis terhadap ekonomi dan masa depannya.
Kondisi tekanan tersebut tak lepas dari respons terhadap stres, kecemasan, atau perasaan negatif lainnya, akibat merasa seolah-olah sering menerima berita buruk secara terus-menerus.
Perilaku ini umumnya banyak dilakukan oleh generasi gen-z dan milenial.
Untuk mencegah hal tersebut kembali berulang sebenarnya ada yang bisa dilakukan, sebelum memutuskan mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu.
Misanya, apakah pembelian tersebut sebuah kebutuhan atau keinginan. Kemudian apakah barang tersebut bisa kita sewa atau pinjam saja, apakah bisa dibuat sendiri, dan seterusnya, sebelum akhirnya kita memutuskan benar-benar untuk membelinya.
Nah, Kompasianer, apakah kamu termasuk, atau setidaknya mengalami, yang namanya doom spending? Bagaimana kondisi atau perasaan kamu setelah melakukan doom spending?
Lalu, adakah saran atau tips dari kamu bagaimana caranya agar kita berhenti dari kebiasaan doom spending ini?
Biasanya pertimbangan apa saja yang kamu lakukan sebelum membeli sesuatu? Apakah kamu lebih memilih menyewa atau meminjamnya? Atau kamu lebih memilih barang-barang bekas yang sudah tak terpakai namun masih berguna?
Terakhir, adakah opini atau gagasan yang bisa kamu bagikan terkait ekonomi, daya beli masyarakat, serta kelas menengah kita hari-hari ini?