Kompasianer, betulkah jika mengambil program pendidikan dokter spesialis begitu penuh tekanan hingga membuat seseorang mengalami depresi, bahkan bunuh diri? Dan mengapa perundungan juga terjadi dalam pendidikan kedokteran kita saat ini?
Hasil skrining Kementerian Kesehatan dilakukan pada 12.121 mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menyebutkan sebanyak 22,4 persen di antaranya terdeteksi mengalami gejala depresi. Sekitar 3 persen di antaranya bahkan mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apa pun. (Sumber)
Hal tersebut tentunya sangat mengejutkan dan bukan kabar yang baik bagi dunia kesehatan kita, sekaligus perlunya meninjau ulang sistem pendidikan yang diterapkan bagi para calon dokter spesialis. Di sisi lain, adanya kasus perundungan turut serta berperan di dalamnya.
Nah, Kompasianer bagaimana opini kamu terkait hal ini?
Betulkah jika mengambil program pendidikan dokter spesialis begitu penuh tekanan hingga membuat seseorang mengalami depresi, bahkan bunuh diri?
Mengapa juga perundungan dapat terjadi dalam lingkup kedokteran? Apa Sebabnya?
Apa jadinya jika ini terus terjadi? Apa yang perlu dilakukan Kementerian Kesehatan untuk memutus budaya perundungan dalam pendidikan dokter spesialis?
Bagaimana juga pendapatmu terkait kesehatan jiwa yang dialami para dokter dan calon dokter? Mengapa hal ini masih terkesan tertutup?
Bagikan opini dan gagasan kamu terkait hal ini di Kompasiana dengan menyematkan label Depresi Dokter Spesialis pada tiap konten yang kamu buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H