Kapan terakhir kali Kompasianer datang ke tempat wisata lalu di sana ada mata airnya? Bagaimana kondisi mata air di sana? Apakah terjaga dengan baik di tempat wisata tersebut?
Saat ini Kompasianer tinggal di dekat sumber mata air? Bagaimana warga memanfaatkan mata air tersebut untuk kehidupan sehari-hari?
Namun, yang terpenting, bagaimana warga di dekat tempat tinggal Kompasianer menjaga dan tetap melestarikan sumber mata air tersebut?
Hadirnya mata air ini menarik, pasalnya mata air itu keadaan alami yang mana air tanah mengalir keluar dari akuifer menuju permukaan tanah yang menjadi sumber air bersih.
Malah tidak sedikit tempat mata air, karena dianggap jernih dan segar, maka kita bisa langsung meminumnya di sana, kan?
Untuk di Indonesia, misalnya, ada Kabupaten Klaten yang dijuluki sebagai Kota Seribu Mata Air karena banyaknya sumber air yang muncul di kawasan ini.
Topografi wilayahnya terbagi menjadi tiga, yaitu wilayah lereng Gunung Merapi, wilayah dataran rendah, dan wilayah berbukit kapur. Pada daerah sekitar lereng Gunung Merapi dan wilayah dataran rendah inilah banyak ditemukan mata air atau sumber air.
Itu baru satu daerah, ada pula contoh daerah yang "gagal" menjaga mata air sehingga bercampur lumpur di wilayah Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, Sultra.
Bagaimana Kompasianer melihat potensi banyaknya mata air di Indonesia? Apa yang perlu dijaga dan dilestarikan dari mata air agar tetap bisa dinikmati anak-cucu nanti?
Atau, pernahkah ada pengalaman menarik ketika Kompasianer susuri titik tempat mata air? Apa saja yang ditemukan dan apa yang Kompasianer kemudian lakukan di sana?