Siapa Kompasianer di sini yang mudah jatuh iba dengan narasi-narasi penggalangan dana? Ya tidak salah sih. Orang Indonesia memang dikenal dengan kedermawanannya. Maka tak heran jika kita kerap menaruh iba dan tak ragu membantu orang lain yang sedang kesulitan.
Tapi sepertinya kita juga perlu waspada deh, sebelum beramal. Pasalnya, kemurahan hati orang Indonesia ini juga bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Seperti yang baru saja terjadi. Singgih Sahara, seorang komika asal Semarang ketahuan menggunakan uang donasi untuk membiayai ragam hiburan pribadi. Ia membeli game konsol, iPhone, hingga bayar pinjol.
Padahal, donasi tersebut semula diperuntukkan bagi pengobatan gagal ginjal ibu dan terapi speech delay anak. Dari nominal Rp 250 juta, hanya 50 juta yang digunakan untuk pengobatan.
Nah Kompasianer, apakah fenomena semacam ini jadi membuatmu kapok beramal? Semoga tidak ya! Pastinya di luar sana, masih banyak saudara kita yang sungguh membutuhkan bantuan dan justru tidak melakukan penggalangan dana. Misalnya tetangga sekitar.
Meski demikian, asas kehati-hatian sepertinya tetap perlu diterapkan. Kenali sinyal-sinyal janggal. Selain itu, Pemerintah juga perlu melindungi donatur melalui regulasi yang jelas terhadap mekanisme penghimpunan dana dalam jumlah yang besar.
Kompasianer, kanal apa yang selama ini kamu gunakan untuk beramal? Apakah lebih suka beramal langsung ke orang yang membutuhkan, melalui lembaga keagamaan, atau platform donasi? Hal apa saja yang biasanya kamu perhatikan sebelum beramal? Bagaimana caramu mengenali sinyal-sinyal penipuan?
Mari bagikan cerita, pengalaman, opini, dan tutorial supaya ikhlas dan aman beramal. Pada kolom label, cantumkan Aman Beramal pada setiap konten yang kamu buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H