Apa yang Kompasianer pahami dari fenomena gentrifikasi? Apakah benar bila orang kota berbondong pindah ke desa, lantas hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan ekonomi, sosial, dan budaya di desa? Misalnya harga properti melambung, pengusaha lokal kalah saing, atau perubahan penggunaan bahasa.
Kompasianer, kembali ke desa memang telah menjadi mimpi kebanyakan orang. Apa ya alasannya? Karena hidup kota sudah terlalu riuh, biaya hidup di desa lebih terjangkau, atau mencari slow living? Atau ya jangan-jangan memang punya mimpi membangun daerah asal.
Meski merugikan, ternyata pada sisi lain, gentrifikasi juga memberi dampak positif lho. Misalnya, pemerintah dan investor jadi melirik pembangunan di daerah desa. Akses pendidikan dan layanan kesehatan menjadi lebih baik. Lapangan pekerjaan pun jadi kian lebar.
Oleh karenanya, gentrifikasi ini dapat dilihat dari sudut pandang yang luas. Bagaimana dengan pendapat Kompasianer? Pasti ada perbedaan pendapat antara penduduk asli desa, penduduk kota yang pindah ke desa, maupun dari pelaku usaha dan investor.
Apakah Kompasianer ada yang pernah mengalami fenomena ini? Dampak apa yang kamu rasakan? Yuk ceritakan pengalaman dan opinimu.
Silakan tambah label Gentrifikasi (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H