Kompasianer, bagaimana jika suatu hari nanti kita kembali ke masa lalu, ketika media arus-utama menjadi satu-satunya sumber berita? Sementara itu, konten dari medsos tak lagi menjadi perhatian.
Kini para influencer tengah dagdigdug menunggu perkembangan Perpres Jurnalisme Berkualitas yang diusulkan oleh Dewan Pers. Perpres ini diajukan dalam rangka meredam potensi hoaks dan membatasi distribusi konten yang memecah belah persatuan.
Perpres Jurnalisme Berkualitas ini menekankan pentingnya keterlibatan platform digital dalam menyajikan berita jurnalistik yang beretika.
Selain itu, Dewan Pers juga menyarankan platform mengatur algoritma untuk mendukung peredaran informasi yang kredibel. Di antaranya juga mengajak platform untuk tidak menampilkan konten berita yang "telah dijahit" dan berpotensi membuat misinformasi di antara masyarakat.
Apalagi, dikutip dari KOMPASID, ternyata audiens berusia muda lebih suka mengonsumsi berita dari media sosial daripada ke situs beritanya langsung.
Lantas, bagaimana nanti dengan nasib kreator di media sosial? Apakah berarti warga akan kehilangan perannya untuk berpartisipasi dalam pemberitaan di level akar rumput?
Di samping itu, Google Indonesia juga berkomentar, "Alih-alih membangun jurnalisme berkualitas, peraturan ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik."
Kompasianer, bagaimana pendapatmu mengenai Perpres ini? Apakah ada poin yang ingin kamu kritisi dan berikan saran sebelum disahkan.
Apakah menurutmu Perpres ini dapat membantu menurunkan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di antara masyarakat? Apalagi kita akan menyongsong Pemilu dalam waktu dekat.
Silakan tambah label Perpres Jurnalisme Berkualitas (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.