Kompasianer, selain kognitif, ada aspek lain yang perlu dipelajari oleh anak, yakni aspek emosi. Apakah anak pernah kelepasan mengekspresikan emosinya sehingga tak terkendali? Bagaimana cara mengatasinya?
Ada begitu banyak cara supaya anak mengenali emosi bahagia, sedih, takut, marah, dan lainnya. Anak perlu dilatih menyikapi setiap emosi yang ia rasakan supaya ia dapat mengelolanya.
Beberapa waktu lalu, tepatnya Selasa (27/6/2023) dini hari, seorang siswa SMP berinisial R membakar sekolahnya sendiri karena diduga mendapat perundungan. Selain itu, R juga mengaku merasa sakit hati karena kurang diperhatikan oleh gurunya.
Setelah membakar sekolah, ternyata siswa R justru menyerahkan diri dan mengaku jika dia baru saja membakar sekolah. Di Polsek Pringsurat, wajah siswa R tampak tenang saat mengucapkan penyesalannya.
Bagaimana tanggapan Kompasianer terkait kasus ini? Apa yang sekiranya membuat amarah siswa R memuncak dan tidak terkendali?
Bagaimana cara Kompasianer memantau perkembangan emosi anak? Apakah dengan membantunya mengenali akar penyebab emosi bahagia/sedih/takut sedari kecil? Bagaimana cara anak mengartikulasikan emosinya?
Bagaimana jika anak tiba-tiba tantrum? Apa yang Kompasianer sampaikan kepada anak? Bagaimana cara Kompasianer memberi contoh mengelola emosi?
Lalu bagaimana mengetahui masalah yang anak hadapi di sekolah? Bantuan apa yang Kompasianer berikan supaya anak dapat menyelesaikan masalahnya di luar rumah?
Silakan tambah label Kelola Emosi Anak (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H