Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja? Apakah masih bisa kita anggap sebagai "kenakalan" semata? Apa dan adakah batasannya menurut Kompasianer?
Beberapa waktu lalu, misalnya, ada dua remaja (17 dan 14 tahun) nekad ingin menjual organ tubuh bocah berusia 11 tahun dengan membunuhnya.
Setelah itu, ada seorang anak perempuan yang duduk di bangku TK dicabuli tiga anak SD. Akibat kejadian ini, korban mengalami trauma hingga enggan sekolah dan keluar rumah untuk bermain.
Akan masih banyak lagi kejadian-kejadian serupa dengan kasus yang berbeda. Sayangnya, banyak di antara kita tidak tahu mesti berbuat apa.
Nah, dengan makin maraknya kejadian yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja, apakah kita perlu mengkaji kembali sistem peradilan anak? Atau memikirkan kembali batasan usia anak dan dewasa?
Menurut undang-undang ini, sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum.
Berdasarkan UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang masih dalam kandungan hingga belum genap berusia 18 tahun.
Akan tetapi, menurut Kompasianer mengapa anak kecil bisa melakukan tindakan pidana? Apakah itu karena ketikdatahuan anak melakukannya atau belum mengerti apa yang sebenernya dilakukan?
Sebagai orangtua, apa upaya pencegahan yang bisa dilakukan? Silakan tambah label Peradilan Pidana Anak (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H