Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mencari Sistem Pileg pada Pemilu 2024: Proporsional Terbuka, Tertutup, atau Distrik?

7 Januari 2023   23:51 Diperbarui: 8 Januari 2023   06:46 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah Kompasiana dari Kompas.com

Kompasianer sudah pernah menggunakan hak pilih untuk Pileg? Apakah Kompasianer memilih calon karena partai politiknya atau karena kualitas kandidatnya?

Manakah yang lebih memengaruhi pilihan Kompasianer? Popularitasnya, gagasannya, latar belakangnya yang tak jauh berbeda dengan kita, atau capcicup saja karena tak kenal pribadinya? Atau karena ia diusung oleh partai tertentu --sehingga siapapun kandidatnya, kita tetap yakin akan reputasi partai tersebut?

Nah, jelang Pemilu 2024, sejumlah pihak mengajukan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kepada MK. Harapannya, sistem pada pemilihan legislatif diubah dari yang awalnya menggunakan Proporsional Terbuka menjadi Proporsional Tertutup.

Jika menggunakan Proporsional Tertutup, pemilih cukup memilih partainya saja, bukan kandidatnya. Penentuan calon akan diwenangkan ke partai sebagai perwakilan suara. Disinyalir, hal ini bertujuan menekan money politics, dan "kanibalisme" dalam partai.

Dengan Proporsional Tertutup, kader berkualitas tak akan kalah bersaing dengan calon yang sekadar memiliki popularitas tinggi dan memiliki modal sosial/materi lebih banyak.

Meski demikian, sistem Proporsionl Tertutup ini dikritik dapat memberikan jarak antara konstituen dengan wakil rakyatnya. Seperti membeli "kucing dalam karung", pemilih sekadar mempercayakan suaranya kepada partai. Lalu ke mana nanti kalau rakyat ingin menyampaikan aspirasi? Apakah ada jalur aduan ke partai?

Tak berhenti sampai situ. Di tengah polemik ini, mucul pula opsi ketiga: sistem pemilu distrik yang mengutamakan pencalonan satu Nah, makin banyak deh opsinya.

Kompasianer, dari beragam sistem yang ada, mana sistem pemilu yang menurut Kompasianer tepat digunakan di Indonesia? Apa alasannya?

Apakah jangan-jangan Kompasianer adalah salah satu pemilih yang bahkan tidak mengetahui profil dan program calon legislatifnya walaupun namanya sudah terpampang jelas di spanduk dan kertas suara?

Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai polemik pengajuan sistem pemilu ini? Silakan tambah label Sistem Proporsional (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun