Apa pertimbangan Kompasianer saat mempertimbangkan ASI dan susu formula (sufor) kepada Buah Hati? Apakah karena rekomendasi dokter? Pertimbangan kandungan gizinya? Atau karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk memberi ASI?
Tim investigasi Harian Kompas menemukan terjadi penurunan persentase bayi di Indonesia yang mendapatkan air susu ibu (ASI) dalam 3 tahun terakhir.
Dari hasil investasi tersebut, terdapat praktik pemasaran susu formula yang melanggar aturan karena secara masif dipasarkan kepada orangtua yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan. Bahkan diberikan tanpa indikasi medis.
Padahal pada bayi yang baru lahir, orangtua perlu memprioritaskan pemberian ASI eksklusif daripada sufor. Promosi sufor tanpa seizin orangtua tidak saja melanggar etik, tetapi juga menghalangi hak ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada anak.
Selain dapat menyebabkan bayi menolak ASI setelah diberi sufor, orangtua pun perlu mengeluarkan kocek lebih dalam lantaran harus rutin belanja sufor.
Meski begitu, pemberian sufor adalah alternatif yang dapat ditempuh apabila pemberian ASI terkendala. Misalnya karena ibu belum bisa memproduksi ASI sesuai kebutuhan anak, alergi, dan kondisi medis lain yang memungkinkan pemberian sufor pada bayi.
Kompasianer, yuk berbagi cerita bagaimana caramu menentukan pilihan antara ASI dan sufor. Bagaimana kisah meng-ASI-hi yang dialami? Apakah ASI-nya berlebih hingga bisa didonasikan pada bayi lain? Atau justru mengalami kendala saat menyusui? Bagaimana cara mengatasinya? Bagaimana pengalaman menyusui di tempat umum? Adakah kiat tertenty?
Jika Kompasianer memberikan sufor pada anak, apa yang menjadi pertimbangan? Bagaimana cara memilih sufor yang tepat? Sufor susu sapi atau soya? Bagaimana pengaturan porsi dan frekuensinya? Lalu, dot seperti apa yang cocok bagi bayi sesuai usianya?
Tak hanya ibu, ayah pun bisa bercerita tentang kisah meng-ASI-hi ini lho. Yuk tambah label ASI Eksklusif (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H