Kompasianer, apakah kamu mengetahui istilah "bahasa anak Jaksel?" Terminologi ini mengacu pada fenomena penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Inggris. Secara kosakata, logat, maupun struktur kalimat.
"Actually ini adalah passion aku. Karenanya, aku selalu try my best."
"Jujurly penasaran banget. Plis spill dong."
Bahasa jenis ini sempat dikritik dan diejek lantaran tak setia pada bahasa Indonesia baku. Akan tetapi, lama kelamaan bahasa inilah yang kian hari sering kita temukan sebagai bahasa pergaulan.
Penggunanya tak hanya penduduk Jakarta (Selatan), tetapi juga warga provinsi lain Indonesia. Terutama pada obrolan media sosial, warung kopi kekinian, karya fiksi, bahkan di ruang-ruang rapat baik di korporasi maupun start-up.
Memang, perkembangan bahasa adalah sebuah keniscayaan. Bahasa tidak jalan di tempat. Ia berubah seiring dinamika sosial penggunanya. Akan tetapi, apakah semua orang terbuka pada perkembangan tersebut?
Apakah Kompasianer adalah salah satu yang kerap menggunakan bahasa campur seperti anak Jaksel? Pernahkan kamu diejek karena logatmu yang asing bagi orang Indonesia?
Ataukah Kompasianer adalah orang yang terbiasa bilingual/trilingual? Misalnya karena tuntutan di sekolah/kantor? Apakah keharusan gonta-ganti bahasa menjadikanmu cukup akrab dengan bahasa campur?
Apalagi balita pun sudah lebih fasih berbahasa Inggris. Pada dasarnya ia akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan keterampilan berbahasa yang dibutuhkan di masa mendatang. Tapi bagaiman nasib bahasa Indonesia?
Silakan tambah label Bahasa Anak Jaksel (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI