Selepas viralnya profil seorang diplomat muda bernama Silvany Austin Pasaribu yang menghentak balik perwakilan negara Vanuatu saat menyinggung dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua pada Sidang Umum PBB (29/9), publik Indonesia pun meradang.
Akun-akun warganet Indonesia pun sontak membanjiri kolom komentar postingan Instagram @vanuatuislands. Beberapa di antaranya mempertanyakan keberadaan negara Vanuatu karena tidak pernah melihatnya di peta.
"Oh baru tahu ada negara namanya Vanuatu."
"Kecil banyak tingkah."
Selain mengomentari luas wilayahnya dan lokasinya yang terpencil, warganet juga mengomentari warna kulit, rambut ikal, dan cara berpakaian penduduknya. Bahkan foto anak-anak pun tak luput dari komentar bernada hinaan.
"Why ur skin so black? Poor country."
"Give them some clothes, please. They are naked."
"Nigga."
"Children from hell."
"Bekantan."
Karena banyaknya komentar serupa, akun Instagram @vanuatuislands pun kini menutup kolom komentarnya.
Ini bukan pertama kalinya warganet Indonesia melakukan "serangan" terhadap akun-akun medsos tertentu. Pada Mei lalu, akun Instagram Han So Hee pemeran pelakor dalam film The World of Marriage pun dihujani hujatan dan kata-kata kasar oleh penonton Indonesia.
Budaya merisak online ala orang Indonesia pernah dikritisi oleh sejumlah orang termasuk komedian Bintang Emon.
Pada kasus Vanuatu pun, amat disayangkan bila rasa nasionalisme dilampiaskan dengan berkomentar rasis. Bukankah hinaan serupa malah menambah perasaan tak nyaman saudara dari Papua Barat dan timur Indonesia lainnya?
Kompasianer, bagaimana kamu memandang kecenderungan warganet Indonesia yang kerap ramai-ramai berkomentar negatif di media sosial?
Tulis opini, ulasan, dan pengalamanmu dengan memberi label Menghina Online (dengan spasi) pada setiap konten yang kamu buat.