Dua pelaku penyerangan Novel Baswedan dituntut pidana satu tahun penjara. Sejumlah pihak menilai tuntutan tersebut terlalu rendah dan menciderai rasa keadilan.Â
Atas tuntutan tersebut, Novel Baswedan merasa kecewa sekaligus marah bagi dua terdakwa kasus penyiraman terhadap dirinya itu.
Menurut Novel, seperti dikutip dari kompas.com, tuntutan tersebut menjadi bukti rusaknya hukum di Indonesia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap Rahmat Kadir terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan terlebih dahulu dan mengakibatkan luka berat.
Dalam tuntuan Jaksa, Rahmat dinilai bersalah karena dianggap terlibat dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan. Akan tetapi, Jaksa menilai Rahmat Kadir tak sengaja menyiram air keras ke bagian wajah penyidik senior KPK tersebut.
Tidak sedikit masyarakat menillai tuntutan tersebut jauh lebih singkat bila dibandingkan dengan perjalanan pengusutan perkara yang terjadi pada 11 April 2017 lalu ini.
"Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/6/2020).
Berkaca dari kasus penyiraman Novel Baswedan, gentarkah kita terus menyuarakan korupsi yang masih/akan terus terjadi? Bagaimana Kompasianer melihat tuntutan Jaksa atas penyerangan ini? Adakah jaminan keselamatan bila satu waktu kejadian seperti ini terulang?
Silakan tulis opini maupun pendapat Kompasianer atas topik berikut dengan menambahkan label Air Keras Novel (menggunakan spasi) pada setiap konten yang dibuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI