Beberapa hari terakhir ini, pemilih ataupun orang yang mengampanyekan golput mendapatkan ejekan hingga ancaman pidana di ruang publik. Mengenai ancaman tersebut, Pasal 515 UU Pemilu telah memastikan bahwa hanya orang yang menjanjikan atau memberi uang/materi demi seseorang tidak memilih maupun memilih salah satu calon-lah yang akan terkena sanksi pidana.
Menurut advokat publik Alghiffari Aqsa, ada beberapa alasan orang bersikap golput, bisa disebabkan sikap apatis atau ketidakpedulian terhadap politik, bisa juga karena adanya halangan yang membuat seseorang tidak bisa memilih. Tapi golput merupakan hak konstitusional karena hak memilih dan dipilih telah diatur dalam perundang-undangan.
"Karena sifatnya hak, orang bisa menggunakan, bisa juga tidak," lanjut Alghiffari Aqsa.
Selain itu juga, menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memperkirakan, ada sekitar 20 persen masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput di pemilihan presiden atau pilpres 2019.
"Angka golput ini kemungkinan juga akan meningkat lantaran limpahan dari pemilih yang saat ini belum menentukan pilihan," lanjutnya.
Kompasianer, bagaimana tanggapan Anda melihat fenomena kehadiran Golongan Putih (Golput) di tahun 2019 berikut respon netizen yang menyertainya, baik pro maupun kontra? Sampaikan opini/pendapatnya dengan menambahkan label FenomenaGolput2019 (tanpa spasi) pada setiap artikel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H