Pro dan kontra mengenai golongan putih (golput) kerap mengemuka jelang Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Pada tahun 2014, jumlah golput mencapai angka 24,89%.
Demikian pula yang terjadi di bulan Januari jelang Pemilu 2019. Manuver pragmatis pasangan calon dan timses dalam rangka merengkuh jumlah konstituen malah kerap memunculkan golput-golput baru yang kecewa dengan pilihan langkah para calon idaman. Media sosial pun dipenuhi dengan pernyataan golput. Respons netizen pun kian ramai. Tak sedikit pula yang mengecam maupun mengajak pihak lain untuk golput.
Puncaknya, belakangan ini muncul isu bahwa tindakan mengampanyekan golput dapat dikenai sanksi pidana. Mengklarifikasi isu tersebut, beberapa lembaga bantuan hukum seperti Yayasan Langsung Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, dan KontraS menggelar Konferensi Pers pada Rabu (23/01/2019) di Kantor YLBHI, Jakarta.
Dalam konferensi yang bertajuk "Golput Itu Hak dan Bukan Tindak Pidana", Arif Maulana dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengatakan bahwa golput adalah ekspresi politik dan aksi protes terhadap aktor serta sistem politik yang mengecewakan. Ekspresi ini khususnya ditujukan kepada partai sebagai lembaga yang bertanggung jawab memberikan pendidikan politik dan melahirkan kader yang kompeten.
"Yang dilarang atau yang dapat dipidanakan justru politik uang/materi atau memaksa agar memilih kandidat tertentu," lanjutnya.
Memang. Jika merujuk pada Pasal 515 UU Pemilu, disebutkan sanksi pidana hanya menjerat orang yang menjanjikan atau memberikan uang/materi kepada orang lain untuk tidak memilih atau justru menggunakan hak pilihnya untuk calon tertentu. Hukuman yang menanti ialah penjara selama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000.
Nah, Kompasianer, apabila golput adalah pilihan, menurut Anda, apakah alasan masyarakat memilih untuk golput? Sampaikan opini/pendapat Kompasianer pada laman Pro-Kontra: Golput, Tren atau Kebutuhan?
Nah, Kompasianer, apabila golput adalah pilihan, menurut Anda, apakah alasan masyarakat memilih untuk golput? Sampaikan opini/pendapat Kompasianer pada laman Pro-Kontra: Golput, Tren atau Kebutuhan?
Vote di sini yha: https://t.co/fHdZZt8TXt pic.twitter.com/PLBQS2RNZl— Kompasiana (@kompasiana) January 30, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H