Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan tentang larangan kampanye di institusi pendidikan melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi: "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".
Larangan ini kembali ditegaskan menyusul kunjungan calon wakil presiden nomor urut 1 Mar'ruf Amin ke Pesantren Krapyak, Bantul, Yogyakarta pada Minggu (14/10/2018). Menolak tudingan berkampanye, Ma'ruf Amin mengatakan bahwa dirinya hanya bersilaturahmi.
Namun, bagi beberapa politisi, kampenye di institusi pendidikan merupakan cara terbaik untuk melakukan pendidikan politik.
"Banyak juga di situ pemilih pemula, pemilih milenial, seharusnya mendapatkan informasi paling sahih dari narasumber yang kompeten yang memang pelaku politik," terang Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal seperti yang dilansir Kompascom.
Tetapi menurut KPU, kalau memang mau memberikan pendidikan politik di institusi sekolah, pesan yang disampaikan cukup yang bersifat umum saja.
"Anak-anak kita biar kita bangun dulu dengan nilai politik yang baik, misalnya gunakan hak politik," kata Pramono, Komisioner KPU.
Lantas bagaimana menurut Kompasianer? Apakah menurut Anda institusi pendidikan adalah lokasi yang patut didatangi oleh tim sukses untuk berkampanye?
Sampaikan opini/tanggapan kompasianer di laman Pro-Kontra: Etiskah Kampanye di Institusi Pendidikan?
| ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄|
#ProKontra:
Pentingnya Kampanye
di Institusi Pendidikan!
|___________|
(\__/) ||
(•ㅅ•) ||
/ づ https://t.co/yUwf5qMY3R pic.twitter.com/ix4mTZijVu— Kompasiana (@kompasiana) October 25, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H