Demokrasi ialah salah satu model sistem pemerintahan yang dianut banyak negara di dunia dewasa ini. Lewat model tersebut, kebebasan masyarakat untuk bersuara amat dijunjung tinggi karena demokrasi mengharuskan kekuasaan pemerintah dipegang oleh rakyat dan untuk rakyat.
Demi mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara, dibentuklah sebuah wadah masyarakat dalam menentukan masa depan serta medium menyuarakan pendapat yang salah satunya tercermin dari demonstrasi. Demonstrasi adalah satu cara masyarakat menyuarakan pendapatnya di muka umum.
Demonstrasi amatlah penting karena melalui kritikan yang ditunjukan rakyat, para pemangku kebijakan bisa instropeksi diri mengenai kebijakan yang diambil ataupun isu-isu yang sedang hangat dibincangkan masyarakat, seperti kasus penistaan agama yang disinyalir dilakukan oleh Gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Tanggal 4 November 2016 kemarin menjadi salah satu tonggak sejarah bagi demokrasi Indonesia, masyarakat umat muslim turun ke jalan menyuarakan pendapatnya. Tak tanggung-tanggung tokoh sekalibier Amien Rais dan pentolan Dewa 19 Ahmad Dhani turut ambil bagian dalam demo tersebut.
Namun dibalik kedewasaan massa ketika menggelar aksi, ada sebuah catatan di mana ketika Ahmad Dhani melakukan orasi. Calon Wakil Bupati Bekasi tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian pada hari Senin 7 November 2016 oleh ormas Pro Jokowi (Projo) dan Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) karena diindikasikan menghina lambang negara yang ada pada sosok Presiden.
Pengaduan tersebut didasari pada saat Ahmad Dhani berorasi di atas mobil komando, pentolan grup band Dewa 19 tersebut mengutarakan kata-kata tertentu yang dianggap tak pantas pada orang nomor satu di negeri ini.
Lini masa dan pemberitaan di media pun riuh melihat polemik ini. Demikian juga masyarakat memiliki pandangan-pandangan berbeda soal kasus ini. Kompasiana sebagai media warga pun ikut dipenuhi oleh ulasan-ulasan yang membahas kasus tersebut dengan berbagai sudut pandang.
Salah satunya adalah Kompasianer Daniel H.T dalam artikelnya berjudul Cara Konyol Ahmad Dhani Membela Diri menangkap beberapa cara lucu Dhani dan kuasa hukumnya dalam menampik tuduhan penghinaan lambang negara yang dituduhkan padanya. Daniel menyebut bahwa Ramdan Alamsyah, kuasa hukum Ahmad Dhani, menilai video tersebut sudah diedit oleh oknum dan tidak sesuai lagi dengan aslinya sehingga menghilangkan substansi orasi.
"Namun nyatanya jika kita mencari video tersebut di internet khususnya Youtube, video orasi Dhani tak hanya bersumber pada satu orang saja. Isi orasi tersebut sama persis, lalu timbul pertanyaan 'apa iya, semua unggahan di Youtube itu diedit dengan cara sama?'” kata Daniel dalam ulasannya.
Dalam siaran pers yang dilakukan di hari yang sama ketika ayah dari empat orang anak itu dilaporkan ke pihak berwajib, Ramdan menyatakan bahwa pihaknya ingin mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan kata-kata dengan unsur penghinaan terhadap presiden lewat pengggunaan kata “tapi tidak boleh”. Namun Daniel punya pendapat lain, menurutnya kata itu bukan sebuah imbauan kepada massa karena kata tersebut bersifat sarkastik.
Salah seorang Kompasianer dengan akun pengamat_dagelan menilai dari segi pragmatik yang di dalamnya terdapat aspek tindak tutur yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Pragmatik sendiri menurut KBBI hal berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi pol/berkaitan dengan negara, pemerintahan.