Beberapa waktu lalu, tepat setelah dilakukannya reshuffle jilid II, Indonesia kembali mengeksekusi terpidana mati. Dan ini adalah kali ketiga Pulau Nusa Kambangan menjadi saksi bisu eksekusi mati.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati sebagai pidana terberat. Negara lain yang juga masih menganut hukum ini adalah Tiongkok, Arab Saudi juga Iran.
Penerapan hukuman mati ini sebenarnya menjadi polemik. Di satu sisi negara harus tegas dengan tindak kriminal yang melampaui batas seperti peredaran narkoba dalam jumlah besar. Tapi di sisi lain, hukuman mati dianggap melanggar hak azasi manusia.
Mencermati polemik ini, Kompasianer juga memiliki pandangannya masing-masing. Dan berikut ini adalah 4 pandangan tentang polemik hukuman mati di Indonesia.
1. Penghapusan Hukuman Mati adalah Sebuah Keharusan
Kesalahan seseorang seolah harus selalu diganjar dengan akibat yang setimpal. Hingga terlupakan kenyataan setiap orang tak luput dari kesalahan, dan setiap orang pula layak dan berhak untuk bertobat dan memohon ampun.
Hati nurani dan rasa keadilan tidak boleh berhenti pada hukuman setimpal saja. Tapi harus ada pencegahan. Seperti dengan pendidikan moral, budi pekerti, penguatan nilai kebangsaan, dll.
2. Hukuman Mati Terpidana Narkoba, Layakkah?
Menurut Michael Hansen setiap negara yang tidak menjunjung tinggi HAM bisa dikucilkan dari dunia internasional. Dan memberlakukan hukuman mati juga bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM, yakni hak untuk hidup.
Namun di sisi lain gembong narkoba telah menyebabkan banyak orang kehilangan nyawa, ditambah lagi dengan kerugian ekonomi yang semakin menjadi. Masa depan juga rusak karena barang haram ini.
Kita setuju jika gembong narkotika seperti ini harus dihukum setimpal, tapi apakah hukuman mati bisa efektif? Harus ada kajian lebih dalam lagi.