Masih ingat kejadian seorang guru yang terpaksa terjerat hukuman hanya karena mencubit anak didiknya yang bandel?
Guru sebagai pendidik kini seolah mendapat posisi yang sulit. Ia berada di tengah-tengah kondisi di mana pada satu sisi ia harus bisa mendidik anak muridnya. Tapi di sisi lain, ketika Anak muridnya ditegur atau diberi hukuman, guru ini kerap dijadikan pihak yang salah.
Tapi memang ada dua penilaian atas kejadian ini. Pertama mereka yang menyesalkan kriminalisasi ini menilai bahwa hukuman cubit yang diberikan oleh guru ini tidak seberapa dan bertujuan untuk membuat murid tersebut menjadi lebih baik. Namun tidak sedikit juga mereka yang menyesalkan perlakuan guru ini karena sudah berhubungan dengan kekerasan fisik.
Tentu menarik melihat kejadian ini dari dua sudut pandang. Dan berikut ini adalah beberapa ulasan Kompasianer melihat kriminalisasi guru yang belum lama ini terjadi.
1. Masih Relevankah Mencubit Murid di Sekolah?
Memang, berbeda zaman berbeda pula pendekatannya. Banyak pihak yang kemudian membandingkan perlakuan guru zaman dulu dengan zaman sekarang. Dan Rahmat melihat perbandingan seperti ini tidaklah tepat.
Mental anak juga sudah sangat berbeda. Hal ini tentu dipengaruhi dengan adanya perkembangan dunia teknologi yang sangat pesat. Tentu saja teknologi juga memengaruhi, karena dewasa ini informasi sangat bisa berkembang dan tersebar dengan cepat melalui media sosial. Tidak menutup kemungkinan juga ketika seorang murid yang dicubit akan menjadi bahan perbincangan di antara murid-murid lainnya melalui media sosial. Dan hal ini bisa berdampak pada bagaimana malunya murid tersebut ketika dicubit di hadapan temannya.
Dia bisa kehilangan kepercayaan dirinya. Dan jika sudah hilagn, maka jangan harap ia akan mampu menyerap pelajaran di sekolahnya. Justru kemungkinan besar ia akan semakin berulah. Intinya adalah bagaimana guru dan sekolah harus memahami psikologis setiap murid. Sekolah harus memberi rasa nyaman karena tempat ini menjadi rumah kedua bagi murid.
2. Nak, Menjadi Guru Itu Tak Mudah!
Fidia menceritakan pengalamannya ketika anaknya menjalani Homeschooling. Ketika menjalani ini, secara otomatis orangtuanyalah yang sepenuhnya bertanggung jawab dalam proses pengajaran.
Ketika mengajar anaknya, Fidia harus berpikir keras mencari solusi agar anaknya bsia belajar lebih efektif. Segala cara ia lakukan agar anaknya mau memperhatikan pelajaran. Tidak heran jika ia pernah merasa frustasi akan hal ini.