Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Renungan untuk Mengingat Kembali Nilai Pancasila

7 Juni 2016   16:03 Diperbarui: 7 Juni 2016   16:11 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pancasila. Kompas.com

1 Juni lalu secera resmi ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Presiden Joko Widodo menetapkan ini menjadi salah satu hari besar nasional yang kita peringati.

Pentapan ini bukan tanpa alasan. 71 tahun silam, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno mencanangkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang kala itu akan merdeka.

Peristiwa inilah yang melatarbelakangi pencetusan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. Dan tentu saja ini berbeda dengan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.

Penerapan nilai-nilai Pancasila kini menjadi sorotan di masyarakat. Nilai-nilai ini dianggap hampir pudar dari kehidupan berbangsa bernegara. Oleh karena itu untuk mengingat kembali nilai tersebut, berikut ini adalah 5 goresan Kompasianer yang bisa menjadi renungan untuk kita resapi.

1. Pancasila, Bukan Piagam Jakarta

Bung Karno dan Bung Hatta. Arsip Kompas
Bung Karno dan Bung Hatta. Arsip Kompas
Indonesia adalah negara plural. Beragam agama, suku dan ras hidup di dalamnya. Semua orang seharusnya tahu kebhinnekaan Indonesia, namin tidak semua pihak mau menerima kenyataan tersebut.

Menurut Radix WP Ver 2 yang paling menonjol adalah golongan agamis tertentu yang berambisi untuk mendominasi. Mereka ingin golongannya diistimewakan.

Sebenarnya, Ambisi dominasi ini muncul juga dalam rangkaian persidangan dalam merumuskan konsep negara Indonesia. Ketika itu, sebagian golongan Islam agamis bersikeras agar Indonesia jadi negara agama.

Untungnya, lebih banyak tokoh kita yang arif. Para tokoh dari kalangan Kristen dan Hindu keberatan karena menyadari betapa tidak sehatnya negara yang mendiskriminasikan warga berdasarkan agama.

Hasilnya tercatat dengan tinta emas sejarah, yaitu digantinya Piagam Jakarta dengan Pancasila yang kita kenal sekarang.

Dan hari ini, kita memperingati lahirnya Pancasila. Mari kita jalankan Pancasila sesuai yang diamanatkan oleh para pendiri negara kita, tanpa embel-embel syariat atau semacamnya.

2. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila

Korupsi, tindakan yang berseberangan dengan nilai Pancasila. Sumber: thinkstock
Korupsi, tindakan yang berseberangan dengan nilai Pancasila. Sumber: thinkstock
Pancasila adalah warisan jenius Nusantara yang tumbuh dari rintisan gagasan intelektual yang digali dari tanah air. Ini merupakan refleksi semangat jiwa untuk mendesain kehidupan yang bermoral dan bermartabat.

M. Ridwan Radief Pancasila merupakan titik temu pelbagai ideologi yang mengikat bangsa Indonesia dalam satu simpul kekeluargaan dan dalam satu semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Mesi demikian, ideologi Pancasila saat ini belum dapat dijiwai sebagai falsafah dan keselematan berbangsa dan bernegara.

Bisa dilihat, angsa Indonesia saat ini tengah menghadapi krisis dan tantangan. Salah satu tantangan tersebut adalah nilai – nilai pancasila tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat dan petinggi negara. Kemudian hal inilah yang mendatangkan krisis akhlak dan moral.

Ridwan menambahkan, salah satu instrument yang dapat mengendalikan kehidupan bangsa yakni dengan cara mengembalikan pancasila sebagai jati diri pribadi bangsa. Pancasila harus hadir dalam institusi pendidikan baik formal maupun nonformal.

Pancasila juga harus menjadi realitas dan bertransformasi dalam wujud perbuatan yang berketuhanan, berprikemanusiaan, dan gotong royong dalam kebaikan.

3. Gaungkan Kembali Nilai-nilai Pancasila!

Burung Garuda. Sumber: ugm.ac.id
Burung Garuda. Sumber: ugm.ac.id
Sebuah keprihatinan melihat kondisi bangsa Indonesia ini. Tata kelola negara yang ada sudah lari dari pakem yang telah diajarkan pendiri bangsa. Itulah yang dituliskan Ahmad Ardiansyah dalam tulisannya. Menurutnya, nilai-nilai kebangsaan seolah tercabut dari akarnya.

Persepsi yang salah kaprah seperti itulah yang kini membuat Pancasila sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Untuk itu, perlu adanya pembaruan nilai Pancasila untuk saat ini dan masa depan. Sebabnya, diperlukan solusi konkret yang terstruktur, progresif dan masif terhadap nilai-nilai Pancasila untuk Indonesia yang jauh lebih baik lagi.

Perlu dicatat bahwa Pancasila tidak lagi sekadara menjadi norma fundamental dan falsafah bangsa, tetapi menjadi alat efektif mempersatukan bangsa yang beraneka ragam.

Oleh karena itu, Pancasila dan nilai-nilainya yang terkandung dalam ideologi harus kembali digaungkan. Dan tentu saja dipraktikkan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

4. Bung Karno Jangan Dilupakan!

Bung Karno. Arsip Kompas
Bung Karno. Arsip Kompas
Ulasan menarik dituliskan oleh Tjiptadinata Effendi. Ia mengingat kenangannya ketika mengunjungi Bengkulu. Ia berkesempatan mengunjungi tempat yang kental dengan sejarah. Tempat yang pernah dinaungi Bung Karno sebagai pencetus Pancasila dan tentu saja mengingatkan kembali kita akan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Tjiptadinata mengatakan, tentu saja pada Hari Lahir Pancasila ini kita tidak meungkin berbicara tentang Pancasila dengan melupakan pencetusnya. Terlepas dari suka atau tidak, dan dengan intrik-intrik politik yang menyertainya, Bung Karni adalah tokoh kemerdekaan Indonesia.

Dalam ulasannya, ia mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang berhubungan dengan Bung Karno. Tempat di mana Bung Karno menjalani interogasi adalah salah satu lokasi yang disinggahi.

Ketika melihat ruangan sempit tersebut, Tjipta merasa sesak dan haru. Inilah, sosok pemimpin bangsa yang mencetuskan Pancasila terlebih dulu harus mengalami penghinaan dan penderitaan.

Bung Karno adalah sosok yang mencetuskan Pancasila sebagai dasar negara  pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila ini menjadi fondasi yang mampu menepis segala perbedaan dan sudut pandang yang berbeda untuk mewujudkan Indonesia bersatu.

5. Pancasila dan Bung Karno, 7 Pondasi Sejarah Indonesia, dan Ideologi Terbuka

Bung Karno pasca Supersemar. Arsip Kompas
Bung Karno pasca Supersemar. Arsip Kompas
Karena Pancasila itulah Indonesia sampai detik ini masih berdiri. Bung Karno, dengan Pancasila yang digali dari nilai-nilai bangsa Indonesia, berhasil melahirkan ideologi luar biasa yang tak lekang dari zaman – abadi. Bung Karno memiliki visi yang tak terbantahkan dari pengalaman berproses dalam diri Bung Karno. Itulah yang dituliskan Ninoy N. Karundeng dalam ulasannya.

Ia mengatakan ada 7 pondasi alasan Bung Karno menciptakan Pancasila. Pertama, Bung Karno menyatukan seluruh potensi bangsa-bangsa di Hindia Belanda dengan menjadikan bangsa Indonesia.

Kedua, Bung Karno mengakomodasi seluruh isme, ideologi, agama, kepercayaan – dengan menyampingkan konflik eksistensi tuhan.

Ketiga, dari ratusan nations (bangsa-bangsa) yang telah di-down-graded oleh Bung Karno menjadi suku-suku bangsa itu, tentu kelanjutannya adalah menyatukan dengan satu kalimat ajaib: Persatuan Indonesia.

Keempat, di mata Bung Karno penyatuan bangsa-bangsa tersebut hanya akan mungkin dilakukan jika dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan, spiritual, kesejarahan, dan politik yang manusiawi

Kelima, Bung Karno memandang bangsa dan negara besar Indonesia yang berakar pada demokrasi gotong-royong sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur tradisional.

Keenam, Bung Karno pun melihat bahwa bangsa yang besar harus memiliki kepedulian akan kesejahteraan.

Ketujuh, visi Bung Karno yang melahirkan pancasila jauh ke depan. Alasan penciptaan Pancasila sebagai dasar negara itu berkembang menjadikan Pancasila sebagai ideologi khas Bung Karno yang bersifat terbuka. (YUD)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun