Paham komunisme sejatinya telah dieksekusi mati pada 1966 silam. Eksekusi ini dilakukan pemerintah melalui TAP MPRS XXV/1966 yang berisi pelarangan keberadaan komunisme di Indonesia. Sejak saat itu pula maka secara sah Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan ilegal.
Beberapa waktu lalu publik diramaikan akan ketakutan bangkitnya komunisme di Indonesia. Atas ketakutan ini kemudian banyak pihak menunjukkan sikap reaktif. LSM, pemerintah, bahkan hingga aparat menunjukkan sikap serupa.
Mereka melakukan pencegahan dengan memberantas semua hal berbau PKI. Bahkan sebuah kaus band metal dengan logo menyerupai palu arit pun menjadi masalah. Kepolisian kemudian mengamankan penjual dan kaus dagangannya tersebut karena dianggap bersentuhan dengan paham komunisme.
Bahkan satu wacana yang mengejutkan muncul yaitu kabar aparat akan memberangus buku-buku kiri atau buku bermuatan ideologi Karl Marx. Pemberangusan ini dianggap dapat mencegah reinkarnasi paham komunisme di Indonesia.
Tentu saja kemudian polemik mencuat. Memberedel buku-buku berbau komunisme dianggap sebagai tindakan berlebihan bahkan ada juga yang menganggap bukan solusi terbaik untuk mencegah munculnya kembali PKI.
Karena itulah Kompasiana membuat jajak pendapat mengenai polemik ini dengan melontarkan argumen "Buku berbau komunisme harus diberedel." Hasil jajak pendapat ini sebanyak 4 Kompasianer mengatakan pro dan 12 Kompasianer menyatakan kontra.
Salah satu Kompasianer yang menyatakan pro adalah Ade Rachmat Fikri. Dalam kolom Pro ia mengatakan bahwa TAP MPRS tahun 1966 memiliki kekuatan hukum yang tidak bisa diganggun gugat. Sehingga apapun yang berbau dengan komunisme harus ditindak karena ilegal.
"Cukup sederhana TAP MRPS 66 masih ada, itu jelas kepastian hukumnya ilegal, jadi apapun alasannya tetap ilegal," tulis Ade.
Pernyataan Ade memang tidak salah. Ada peraturan yang menyatakan hal tersebut. Isi dari TAP MPRS XXV/1966 adalah pernyataan pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang bagi PKI dan larangan kegiatan untuk menyebarkan atau membangkitkan paham ajaran komunisme, leninisme dan marxisme.
Selain itu masih ada peraturan lainnya. Undang-undang Nomoe 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP. Bahkan menyikapi hal ini, Kapolri Badrodin Haiti mengatakan pihak kepolisian akan menjalankan sesuai peraturan.
"Peraturan kita menyatakan demikian. Kami (polisi) tinggal menjalankan saja," ujar Badrodin, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/5/2016). Dikutip dari Kompas.com.