Satu tahun lamanya sepak bola Indonesia membeku, tidak bergerak dan stagnan. Hal ini terjadi karena Kementerian Pemuda dan Olahraga mengeluarkan SK pembekuan organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia, PSSI.
Kemudian SK yang dikeluarkan oleh Kemenpora tersebut berbuntut panjang. FIFA sebagai induk sepak bola dunia menganggap hal ini adalah bagian dari intervensi pemerintah pada lembaga sepak bola di negara yang bersangkutan. Alhasil sesuai dengan peraturan FIFA, Indonesia dikenai sanksi pelarangan partisipasi di ajang internasional.
Seketika sepak bola negeri ini mati suri. Namun beberapa waktu lalu Menpora Imam Nahrawi menandatangani surat pencabutan pembekuan ini. Kemudian tidak lama setelahnya, FIFA juga mencabut sanksi yang dijatuhkan. Artinya, liga di Indonesia kembali dianggap legal oleh FIFA dan Timnas bisa kembali berlaga di ajang internasional.
Tentu saja pencabutan SK pembekuan ini mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapi dengan nada optimistis, ada juga yang menanggapi dengan pesimistis. Kompasianer juga memiliki pemikiran masing-masing. Dan berikut ini adalah 5 suara dan harapan pasca pencabutan pembekuan PSSI.
1. Pasca Pencabutan Pembekuan PSSI, ke Mana Muara TSC dan Sepakbola Indonesia?

Oish-cleochyn menuliskan bahwa di tengah harapan baru ini, pemerintah dan PSSI dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan.
Setelah SK pembekuan dicabut, apa yang dilakukan dalam rangka reformasi sepak bola Indonesia ini? Menurut Oish, sejatinya pencabutan tersebut tidak dimaksudkan sebagai usaha menjaga relasi baik antara kedua pihak tetapi lebih sebagai bagian dari upaya penyelesaian masalah.
Walau untuk hal ini, baru menyentuh kulit, belum menyangkut isi dalam. Pencabutan pembekuan itu hanya akan menjadi pepesan kosong bila tak dibarengi dengan aksi reformatif sebagaimana yang diharapkan.
Upaya reformasi itu bisa ditempuh seperti yang sedang diwacanakan saat ini yakni melalui Kongres Luar Biasa PSSI di mana para pemegang suara memiliki hak penuh untuk menentukan komposisi pimpinan organisasi tersebut.
2. “Panas-panas Tahi Ayam” ala Menpora?

Walaupun terdengar ide yang sangat 'gila dan nyaris mustahil', Menpora, Imam Nahrawi bukan menepis berita yang dikabarkan oleh media-media Internasional. Menpora justru membuat spekulasi semakin menarik, dengan menyebut mengaitkan Mourinho dengan Timnas Indonesia masih sebatas wacana, namun sudah dibicarakan dengan petinggi yang berkaitan.
Namun hal ini dinilai Daniel Oslanto sebagai gimmick dan sikap "panas-panas tahi ayam." Meski demikian memang tidak ada yang salah dengan niat Menpora jika dipandang dengan kacamata profesional. Dan bukan tanpa sebab Menpora bersikap seperti ini. Setidaknya Daniel menuliskan ada beberapa contoh yang sempat "booming" adalah bukti nyatanya.
Pertama, pembekuan PSSI masih tidak menemui titik kejelasan, sudah setahun lebih berlalu, masih tanpa perkembangan signifikan.
Kedua, wacana mengenai Indonesia melakukan pergelaran MotoGP 2017. Semua pihak begitu antusias begitu pemerintah dalam hal ini kemenpora berhasil meyakinkan Dorna, pengelola MotoGP untuk memberikan jatah menjadi 'host' kepada Indonesia.
Ketiga, masalah terkait Rio Haryanto berlaga di ajang Formula-1 (F-1). Meski penuh dengan pro dan kontra, lagi-lagi Kemenpora mengumumkan niat untuk membantu Rio agar bisa tampil dengan menyediakan dana bagi Rio.
Kali ini, masyarakat disuguhi dagelan wacana pelatih kelas dunia (Baca: Mourinho atau Hiddink) akan 'sudi' melatih Timnas Indonesia yang 'belum' diakui (kembali) oleh FIFA.
3. Tombol On untuk PSSI, Upaya Merobohkan Broken Culture

Seperti itulah yang dituliskan Kompasianer Ofing dalam artikelnya. PSSI juga adalah organisasi yang memiliki tanggung jawab pada semua aspek sepak bola di Indonesia, pun memiliki budayanya sendiri. Entah budaya seperti apa, yang jelas output PSSI banyak yang layak disebut tragedi ketimbang prestasi.
Singkat kata, mungkin karena terlalu ruwetnya budaya organisasi PSSI. Imam Nahrawi lalu menekan tombol off saja, mempetieskan PSSI. PSSI beku di peti es. Sambil terus bergerilya mencari celah untuk membangunkan kembali PSSI.
Maka cara paling cepat untuk revolusi adalah merobohkan budaya lama dengan membuat pondasi budaya baru. Tekan tombol Off kemudian On. Ketika sistem mandeg, akibat budaya organisasi yang coreng moreng, kelunturan keyakinan untuk menghasilkan sebuah output yang terus menipis seiring waktu, memang bukan saatnya reformasi atau pun evolusi tapi sebuah revolusi budaya organisasi, yang disebut Jokowi sebagai revolusi mental.
Jika individu-individu yang telibat membentuk budaya PSSI sebelumnya masih ingin berkuasa, Menpora tak akan sungkan menekan kembali tombol off.
4. Cooperative Agreement dan Proteksi FIFA terhadap Federasi

Lalu apa yg harus dilakukan negara dan PSSI setelah kekisruhan yang seharusnya tidak perlu terjadi selama hampir 1.5 tahun ini berlalu ? Bertemu dan duduk bersama. Jika keduanya memiliki niat yang sama untuk membenahi sepakbola Indonesia, rasanya tidak sulit jika keduanya duduk bersama.
Gunakan tata cara dan ruang yang disediakan FIFA untuk negara supaya dapat berperan tanpa dinilai intervensi, yakni dengan kata kunci COOPERATIVE AGGREMENT.
Cooperative Aggrement akan menjadi pintu masuk proses perbaikan dan menjamin semua pihak tahu dengan jelas kesepakatan apa yang harus dilakukan. Bentuk Tim independen untuk melalukan dan mengawasi proses pelaksanaan Cooperative Aggrement tersebut, seperti Komite Crawford di Australia atau DBF di Jerman.
Dengan seabrek agenda di dalam Cooperative Agreement , ujungnya pasti bakal KLB karena semua hasil CA harus ditetapkan melalui mekanisme organisasi. Termasuk perubahan-perubahan di dalam aturan organisasi yang didalamnya terdapat statuta federasi , yang bisa berlaku seketika setelah ditetapkan.
Sekarang tinggal kembali kepada negara dan PSSI , kita lihat apakah momentum ini bisa digunakan dengan baik untuk kemenangan sepakbola atau tidak.
5. Pencabutan Sanksi Indonesia, Berkah untuk PSSI dan Inter Milan

Achmad Suwefi menilai bahwa konflik yang berlangsung selama setahun paska munculnya pembekuan PSSI oleh Menpora RI memang menjadikan sepakbola Indonesia seperti katak dalam tempurung.
Memiliki begitu banyak potensi yang hal tersebut pun diakui FIFA namun hanya ramai didalam saja dan kalau pun kedengaran hingga keluar adalah konflik kepentingan yang mengemuka. Jadi wajar apabila pencabutan sanksi Indonesia menjadi berkah tersendiri bagi publik sepakbola Indonesia termasuk juga PSSI serta Inter Milan.
Lalu kenapa Inter Milan yang diuntungkan?
Perwakilan pemerintah Indonesia yang datang ke markas FIFA untuk bertemu sang presiden, Gianni Infantino adalah Erick Thohir yang notabene selain sebagai ketua KOI juga merupakan presiden dari klub seri A, Inter Milan.
Tentunya sebagaimana yang diungkapkan dirinya bahwa salah satu misi yang diemban selain bagaimana sanksi FIFA bisa dicabut adalah rencana klubnya untuk tur pra musim ke Indonesia pada pertengahan tahun ini.
Untuk PSSI, berkah sanksi bisa jadi karena pemerintah sudah melihat adanya itikad baik dari stake holder sepakbola nasional mulai dari menganggap negara itu ada (bagaimana menyesuaikan statuta FIFA dengan UU positif negeri ini).
Kemudian perbaikan pelan-pelan soal regulasi yang berkaitan dengan pajak, izin imigrasi dan lain-lainnya yang tentunya mulai disentuh yang memerlukan koordinasi lebih baik kedepannya antara PSSI dengan pihak terkait. (YUD)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI