[caption caption="Peta rencana reklamasi Jakarta Utara. Sumber: Property.kompas.com"][/caption]Rencana penambahan daratan dengan mengeruk air laut atau dengan penimbunan tanah (reklamasi) kini menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, proyek besar ini diklaim menjadi lahan korupsi yang sangat potensial dan hanya menguntungkan pihak pengembang.
Proyek reklamasi ini sebenarnya telah lama dicanangkan. Reklamasi di Jakarta juga sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1980. Ketika itu kawasan Pantai Pluit dilebarkan seluas 400 meter dengan cara penimbunan. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1981 dilakukan reklamasi pada kawasan Ancol sisi utara yang digunakan sebagai lahan industri dan rekreasi.
Pada tahun 1995, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Wiyogo Atmodarminto juga memaparkan rencana reklamasi Jakarta bagian utara. Kala itu rencana reklamasi seluas 2.700 hektar pertama kali dipaparkan di hadapan Presiden Soeharto.
Kali ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama juga akan melanjutkan pembangunan daratan baru ini. Tercatat sebanyak 17 pulau buatan akan dihasilkan dari proyek ini dan tentu saja kawasan ini akan digunakan sebagai lahan industri yang potensial. Dikutip dari Kompas.com (20/10/2015) setidaknya ada 9 pengembang yang ambil bagian dalam proyek ini.
Sebenarnya ada beberapa negara yang sukses melakukan reklamasi. Seperti Singapura, Amerika dan Jepang. Meski demikian, rencana ini tentu saja menuai kontroversi karena dinilai akan merugikan beberapa pihak, salah satunya adalah nelayan. Nah, karena polemik ini sangat menarik untuk dicermati, kami mengundang Kompasianer untuk menulis opini dan tanggapan masing-masing tentang rencana reklamasi ini.
Tuliskan opini Anda tentang proyek penambahan daratan ini dengan label : proyek reklamasi, juga ikuti jajak pendapat Pro Kontra melalui tautan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H