[caption id="attachment_140766" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kasus pencurian pulsa yang kian marak pekan lalu menjadi perbincangan hangat, tak hanya di ranah hukum, tapi di media sosial Kompasiana. Parahnya, kasus pencurian pulsa ini bukan lagi berasal dari SMS 'Mama Minta Pulsa' atau sejenisnya, melainkan dari operator seluler. Berbagai bentuk SMS Premium dari operator beredar di kalangan konsumen telepon genggam. Sayangnya, tidak sedikit konsumen yang tergiur dengan tawaran yang diberikan. Keinginan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai iklan yang ditawarkan ternyata membuat pulsa konsumen jauh lebih cepat habis dibandingkan dari penggunaan normal. Operator seluler pun dinilai gagap teknologi (gaptek) karena ketidaktahuan mereka untuk menghentikan layanan SMS premium ini. Selain modus SMS premium yang dilakukan oleh operator seluler, modus penipuan SMS lainnya juga berasal dari sesama pengguna telepon genggam. Biasanya modus ini digunakan untuk mengelabui korban dalam hal konfirmasi hadiah. Tak beda jauh dengan modus konfirmasi hadiah, modus penipuan melalui telepon langsung juga marak terjadi di kalangan sekolah. Atas nama sekolah, penipu memberitahukan orang tua murid bahwa anaknya mengalami kecelakaan. Ujung dari semua penipuan ini adalah uang. Pertanyaannya, dari mana para penipu ini mendapatkan nomer handphone (calon) korban? Ada indikasi bahwa pihak bank-lah yang membocorkan data pribadi nasabah kepada pihak luar. Hingga saat ini, kasus maling pulsa masih terus terjadi. Bagi Anda yang tertinggal isu ini di Kompasiana, Anda dapat membacanya di topik pilihan 'Maling Pulsa'. (ANN/RUL)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H