[caption id="attachment_352722" align="aligncenter" width="446" caption="Sumber: Kompasiana"][/caption]
Kabinet Indonesia Bersatu II, yang akan berakhir pada Oktober 2014 ini memberi pembelajaran berharga bagi kita. Dalam kabinet ini, banyak menteri-menteri yang bertugas sebagai pembantu presiden, merangkap jabatan selain sebagai menteri juga menempati posisi strategis di partai.
Beberapa menteri yang merangkap jabatan, seperti: Muhaimin Iskandar yang bertugas sebagai Menakertrans juga bertugas sebagai Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Suryadharma Ali yang bertugas sebagai Menteri Agama (sebelum tersandung kasus korupsi haji) juga merangkap sebagai Ketua Umum PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Hatta Rajasa yang bertugas sebagai Menteri Perekonomian juga menempati posisi strategis dalam PAN (Partai Amanat Nasional) sebagai Ketua Majelis Pertimbangan, Jero Wacik yang bertugas sebagai Menbudpar merangkap sebagai Ketua DPP Partai Demokrat, Syariefuddin Hasan bertugas sebagai Meneg Koperasi dan UKM juga merangkap sebagai Ketua DPP Partai Demokrat, Andi Mallarangeng yang bertugas sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (sebelum tersandung kasus Hambalang) juga merangkap posisi strategis di Demokrat sebagai Ketua DPP, EE Mangindaan yang bertugas sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB) juga merangkap sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat.
Kemudian, yang menjadi puncak dari fenomena rangkap jabatan ini adalah saat  Susilo Bambang Yudhoyono yang menjalankan tugasnya sebagai Kepala Negara, merangkap 4 jabatan sekaligus yaitu: sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat.
Angin segar dibawa oleh presiden terpilih Joko Widodo, yang menginginkan agar menteri yang membantunya tidak rangkap jabatan struktural di partai politik. Hal ini dimaksud agar jalannya pemerintahan tidak tersandra oleh urusan politik, dan kabinet menjadi lebih professional, fokus bekerja untuk rakyat. Setelah sebelumnya Joko Widodo menjaring aspirasi warga dengan KAUR (Kabinet Alternatif Usulan Rakyat) yang memberikan kesempatan bagi warga negara mengusulkan nama-nama yang layak dijadikan menteri.
Jadi, apakah anda setuju jika Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan Partai?
Suarakan pendapatmu di  Pro Kontra Kotak Suara Kompasiana
(ACI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H