Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Ulasan di Hari Perempuan Internasional

3 April 2016   14:12 Diperbarui: 8 Maret 2017   22:00 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Demonstrasi di Hari Perempuan Internasional. Sumber: antarafoto"][/caption]8 Maret menjadi hari besar bagi kaum hawa di seluruh dunia. Pada tanggal ini sejak 1974 silam telah ditetapkan sebagai International Woman's Day atau Hari Perempuan Internasional. Sejatinya, hari spesial ini dicanangkan agar seluruh wanita di dunia dapat mencapai kesetaraan dengan kaum adam, tanpa adanya diskriminasi, pengucilan atau tindakan lain yang dianggap menyisihkan para wanita.

Tidak sedikit kasus kriminal yang melibatkan wanita sebagai korban seperti pembunuhan, diskriminasi, hingga kekerasan seksual. Seperti pada kejadian 8 Maret 1857 silam. Kala itu para buruh wanita di sebuah pabrik tekstil mengadakan protes besar-besaran lantaran gaji yang rendah dan kondisi kerja yang buruk. Saat itu polisi melakukan penyerangan dan melakukan pembubaran secara paksa. Hingga pada akhirnya PBB memutuskan bahwa 8 Maret menjadi tanda kebangkitan para kaum hawa di dunia.

Hari Perempuan Internasional juga menandai keberhasilan perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial. Oleh karenanya hari tersebut juga sangat layak untuk diingat dan diabadikan dalam sebuah catatan. Berikut ini adalah 5 catatan Kompasianer dengan topik pilihan Hari Perempuan Internasional.


1. Hari Perempuan Internasional: Perempuan (Masih) dalam Petaka Penindasan

[caption caption="Demonstrasi PRT di Hari Perempuan Internasional. Sumber: kompas.com"]

[/caption]Dalam sejarah, perempuan mengalami berbagai penindasan. Baik secara fisik maupun psikologis. Kaum hawa dikucilkan dan dianggap lebih rendah dari pria. Perempuan yang sebelumnya memiliki hak & kewajiban yang setara dalam masyarakat, kemudian dihilangkan paksa dengan meminggirkan perempuan ke ranah domestik. Seperti itulah yang dituliskan Qory Dellaseradi paragraf pertama artikelnya.

Ya, Qory menilai bahwa secara garis besar perempuan masih berada dalam kondisi penindasan. Upaya penyetaraan hak-hak perempuan kemudian dijembatani oleh adanya sistem demokrasi. Demokrasi ini setidaknya membuat perempuan tidak lagi berteriak melawan ketimpangan relasi.

Kendati demikian, ternyata "kran" demokrasi ini bukanlah jawaban. Menurut Qory, perspektif keadilan dan kesetaraan perlu dipahami oleh perempuan itu sendiri. Perjuangan menuju kesetaraan memang sebuah proses panjang dari sejarah yang bertahan hingga sekarang. Bahkan, pemenuhan hak terhadap perempuan juga masih dilakukan setengah-setengah oleh pemerintah. Padahal, negara harus melindungi rakyatnya dan perempuan adalah bagian dari rakyat.

2. Internasional Women Day: “Susahnya” menjadi Perempuan

[caption caption="Bentuk tuntutan agar perempuan bisa disejahterakan. Sumber : foto.kompas.com"]

[/caption]Adapun Kompasianer Firstia Praruary yang memanfaatkan momen Hari Perempuan Internasional ini untuk bercerita bagaimana sulitnya menjadi seorang perempuan. Menurutnya, masih banyak orang yang memiliki paradigma bahwa wanita tempatnya hanyalah di dapur, mengurusi anak, suami dan rumah tangga. Hal inilah yang seharusnya dirubah 180 derajat. Menjadi perempuan adalah kodrat. Namun tidak berarti wanita tidak dapat berjuang untuk menyetarakan haknya dengan laki-laki.

Paradigma seperti ini kemudian membentuk kotak-kotak gender yang saling memisahkan. Melawan kotak-kotak gender ini sangatlah tidak mudah. Apalagi untuk mereka yang lingkungannya masih menjaga tradisionalitas. Meski demikian perempuan juga berhak mendapatkan apa yang ingin mereka wujudkan. Perempuan pantas untuk bermimpi setinggi-tingginya dan menggapainya satu persatu. Perempuan layak untuk berjuang agar haknya setara dengan pria.

3. Perempuan Pengunjung Makam Kuno Kota Gede Pada Malam Jumat Kliwon

[caption caption="Ilustrasi "kupu-kupu malam". Sumber: kompas.com"]

[/caption]Ada juga Kompasianer Nanang Diyanto yang menuliskan pengalamannya saat berwisata di sebuah makam kuno di Kota Gede. Ketika itu ia berwisata di malam hari di sana. Saat di lokasi, ia melihat di sekitarnya ada banyak perempuan usia 30-an. Banyak di antara mereka yang merokok, berbagi tikar di sekitar komplek makam. Ya, tidak lain mereka adalah "kupu-kupu malam" yang mencari nafkah di sekitar lokasi tersebut.

Dalam artikelnya ia mendeskripsikan seperti apa suasana malam hari di sana. Di lokasi wisata ini ada juga pemandian yang kabarnya dapat membuat awet muda. Banyak wisatawan yang mencoba mandi di dalamnya. Bahkan tidak sedikit juga para "kupu-kupu malam" yang ada di sekitar lokasi juga menggunakan pemandian ini agar tetap terlihat awet muda dan ramai "pelanggan". Meski demikian, Nanang meyakini bahwa perempuan-perempuan yang ia temui di sepanjang lokasi tersebut adalah pahlawan bagi keluarga mereka. Mereka mencari nafkah bukan hanya untuk dirinya sendiri.

4. Kondisi Gerakan Perempuan yang Dihadapi Saat Ini di Indonesia

[caption caption="Buruh perempuan menuntut kesejahteraan. Sumber: tribunnews.com"]

[/caption]Gerakan perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai anggota masyarakat memang tidak mudah. Ada banyak penindasan terjadi dan dilakuakan secara kasatmata. Ini memang berakar dari arah pembangunan yang dicanangkan sejak rezim orde baru berkuasa. Kira-kira begitulah yang dituliskan Kompasianer Videlya Esmerella dalam opininya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun