30 September 1965 menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia. Tujuh perwira tinggi militer Indonesia menjadi korban kekejaman aksi ini. Kala itu usaha percobaan kudeta menyeruak, dan PKI menjadi tertuduh dalang aksi ini.
Karena kejadian inilah pemerintah bereaksi dan melakukan penumpasan. Kisah kelam ini tertulis jelas dalam buku ingatan dan akan terus dikenang sebagai bagian dari kepingan sejarah.
Tragedi ini mungkin menyakitkan untuk diingat namun tidak ada salahnya jika kita kembali membuka lembaran-lembaran yang terkumpul tentang G30S. Dan berikut ini adalah beberapa ulasan terpilih yang dapat mengingatkan kita kembali pada sejarah kelam bangsa ini.
1. Tragedi yang Terlanjur Lahir dalam Sebuah Buku
Achmad Saifullah Syahid mengatakan bahwa praktik pelarangan buku di Indonesia muncul pertama kali pada akhir 1950an, seiring dengan meningkatnya kekuasaan militer dalam peta perpolitikan Indonesia.
Alasan ideologis, membahayakan Pancasila, meresahkan masyarakat adalah jenis buku yang dilarang beredar. Tentu saja hal ini dikarenakan penguasa memiliki "selera" tersendiri perihal jenis-jenis buku yang dilarang.
G30S adalah sejarah kelam yang juga tercetak dalam berbagai buku di Indonesia. Dan ini tidak akan bisa dihindari lagi. Menurut Achmad, begitu dahsyat ketika sebuah imajinasi, gagasan atau pengalaman sejarah terlanjur lahir dalam sebuah buku. Dan pembredelan serta pelarangan buku nampaknya akan selalu ada dan terus berlangsung sepanjang ide, gagasan, pengalaman manusia seperti tragedi G30S ini mengalir dan mencari bentuknya dalam sebuah karya tulis.
2. Film G30S Itu Membuat Saya Trauma Sangat Dalam
Bahkan hingga dewasa, usia SMP perasaan tersebut belum dapat hilang. Setiap kali ada pemutaran film ini, Endro lebih memilih menutup telinga. Puncaknya, saat SMA ia secara terpaksa mengunjungi Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya dan ia benar-benar syok saat itu.
Memang pada era kepemimpinan Soeharto, film-film tentang kekejaman PKI dan tragedi G30S seringkali ditayangkan. Ada banyak pihak yang menganggap bahwa hal ini adalah sebuah bentuk propaganda agar PKI sulit berkembang di Indonesia dan agar masyarakat membentuk citra menyeramkan dalam benak mereka tentang PKI.
Memang hingga saat ini tidak ada yang tahu pasti apakah pemutaran film G30S yang menampilkan kekejaman PKI adalah bentuk cara untuk meyakinkan masyarakat akan kekejaman partai ini atau bukan. Yang jelas hingga kini masih timbul kontriversi terkait benar atau tidaknya semua kejadian tersebut.