Untuk mewujudkan Jakarta Smart City, terhitung tahun ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan seluruh Ketua RT dan RW di Jakarta untuk melaporkan masalah yang ada di wilayahnya dengan menggunakan aplikasi Qlue.
Melalui Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016, Pemerintah DKI Jakarta juga mengatur pemberian uang operasional pada RT dan RW. Pemberian uang operasional ini dihitung berdasarkan jumlah laporan yang diberikan ketua RT/RW melalui aplkasi Qlue.
Namun kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang mewajibkan ketua RT/RW untuk lapor melalui aplikasi ini malah menuai polemik.
Para Ketua RT dan RW merasa terbebani atas kewajiban mengirim tiga laporan setiap harinya. Padahal aplikasi Qlue ini sejatinya dibuat untuk memudahkan warga Jakarta melaporkan masalah-masalah yang terjadi di sekitar mereka.
Melihat polemik ini tentu saja Kompasianer juga memiliki sudut pandang masing-masing. Dan berikut ini adalah 3 pandangan soal polemik penggunaan aplikasi Qlue di Jakarta.
1. RT dan RW Dipusingkan dengan Aplikasi Qlue
Lalu bagaimana cara menanggulanginya? Bahrul mengatakan ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk menangani masalah ini.
Pertama, adanya sosialisasi. Menurutnya pemerintah DKI belum gencar melakukan sosialisasi pada setiap RT maupun RW. Bukan hanya sekadar info tentang aplikasi ini tetapi juga teknis cara penggunaannya.
Kedua, RT dan RW harus bijak dalam menghadapi kebijakan penggunaan aplikasi ini. Jangan terlalu terbebani karena sebenarnya masyarakat juga akan merasakan manfaatnya.
Ketiga, warga pun harus bijak. Dalam menggunakan aplikasi ini warga harus memilih secara bijak laporan yang memang benar-benar layak untuk diajukan. Namun jika sekiranya masalah tersebut bisa ditangani sendiri, maka warga harus mengatasinya sendiri.
2. Salah Kaprah Peraturan Uang Operasional RT dan Penggunaan Aplikasi Qlue