JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp 3.667 triliun per 30 April 2017. Angka itu naik Rp 201 triliun dibandingkan posisi Desember 2016. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai kondisi utang RI belum pada taraf yang membahayakan.
(Baca:Â Kuartal I 2017, Utang Luar Negeri Indonesia Naik 2,9 Persen)
"Kalaupun masih tetap ada utang, jangan dilihat kita ada dalam situasi yang membahayakan," ujar Darmin di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Hingga saat ini tutur Darmin, utang RI tidak termasuk ke dalam kategori tinggi bila dibandingkan negara-negara lain. Atas pertimbangan itu, Indonesia dinilai bukanlah negara yang bermasalah dalam urusan utang.
Saat ini tutur Darmin, rasio utang RI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) belum lebih dari 30 persen. Sementara itu, sejumlah negara justru memiliki rasio utang terhadap PDB mencapai 100-200 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui kondisi utang pemerintah terus naik dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu diakibatkan kondisi anggaran negara yang terus mengalami pelebaran defisit. Ia menuturkan, pelebaran defisit terjadi sejak 2011 lalu.
Bahkan pada 2016, defisit anggaran mencapai 2,46 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp 307 triliun. Defisit Anggaran berarti penerimaan negara lebih kecil dibandingkan anggaran yang harus dibelanjakan.
Kecilnya penerimaan negara dipengaruhi banyak faktor mulai dari lesunya ekspor impor hingga loyonya penerimaan pajak. Di dalam kondisi itu, pemerintah mau tidak mau menambal defisit dengan utang.
Tanpa itu, anggaran tidak akan mencukupi pembiayaan pembangunan yang sudah disusun di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H